KPK membuka peluang mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus pemerasan pengurusan sertifikasi kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di Kemnaker.
"Kemudian untuk TPPU-nya benar (bakal ditelusuri), tapi nanti kita lihat dulu," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam jumpa pers, Jumat (22/8).
Asep menjelaskan penetapan tersangka dalam kasus ini baru tahap awal. Kasus ini terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) yang harus disimpulkan dalam 24 jam. Sehingga setelah ini, prosesnya masih panjang.
Asep menjelaskan, hingga saat ini masih dilakukan pendalaman lebih dulu untuk menerapkan pasal pencucian uang tersebut.
"Kalau dia uang yang diperoleh dari yang kita duga dari hasil tindak korupsi ini lalu dipindahkan, diubah bentuk, dan lain-lain, dan masuk kualifikasi Pasal 3 gitu ya di TPPU," jelas dia.
Adapun kasus ini terungkap setelah KPK melakukan OTT di Jakarta pada Rabu (20/8) dan Kamis (21/8). Dalam operasi senyap itu, KPK menetapkan 11 orang sebagai tersangka, termasuk Wamenaker Immanuel Ebenezer.
Noel dan para tersangka lainnya diduga melakukan pemerasan terhadap buruh dari beberapa perusahaan yang hendak mengurus sertifikasi K3 di Kemnaker.
KPK menyebut, harga asli pengurusan sertifikasi K3 hanya Rp 275 ribu. Namun, para tersangka diduga membebankan biaya tambahan hingga total Rp 6 juta agar sertifikasi bisa diproses.
Praktik pemerasan ini diduga berlangsung sejak 2019. Total uang yang dikumpulkan mencapai Rp 81 miliar. Noel diduga mendapat bagian sebanyak Rp 3 miliar.
Dalam OTT tersebut, turut diamankan 15 unit mobil, 7 unit motor, hingga uang tunai sejumlah kurang lebih Rp 170 juta dan USD 2.201 (setara Rp 36.005.608,75, kurs 22 Agustus 2025).
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 12 huruf e dan atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.