Rahmanissa Boedhiman Sobana
Kuliner | 2025-08-14 23:00:10

Di tengah riuhnya World Expo Osaka 2025, aroma kopi Indonesia menyeruak bukan hanya dari cangkir, tetapi dari cerita-cerita yang dibagikan dalam forum Global Coffee Market Insight 2025: From Indonesia to Japan, for the World. Forum yang digagas oleh Yayasan Pendidikan Pengembangan Perkopian Indonesia (KAPPI) ini menjadi ruang reflektif sekaligus strategis untuk meninjau kembali posisi kopi Indonesia di pasar global yang terus berubah.
Judith Ganes, konsultan kopi dari J. Ganes Consulting, membuka mata banyak peserta dengan pemaparannya tentang tren pasar kopi dunia. Ia menyebut bahwa fluktuasi harga dan pasokan global menjadi tantangan nyata. Namun, di balik angka dan grafik, Ganes menemukan harapan saat berkunjung ke perkebunan di Sekincau, Lampung, dan Warnasari, Jawa Barat. “Indonesia memiliki potensi luar biasa—bukan hanya dari sisi varietas dan kualitas, tetapi juga karena keterlibatan komunitas yang kuat dan kehadiran generasi muda petani yang menjanjikan. Saya bertemu seorang gadis kecil yang bersemangat menemani kami berkunjung ke kebun kopi, dan terlihat sekali dia tertarik dengan kopi karena mengikuti jejak orangtuanya.” ujarnya.
Pernyataan itu bukan sekadar analisis pasar. Ia adalah pengakuan bahwa masa depan kopi Indonesia sedang disemai, pelan-pelan, dari akar rumput. Dan di antara akar itu, ada peran perempuan yang sering tak terlihat, namun sangat menentukan.
Perempuan: Penjaga Mutu, Penanam Harapan
Di banyak perkebunan kopi, perempuan memegang peran penting dalam proses yang membutuhkan ketelitian tinggi—memetik ceri kopi, menyortir biji, hingga menjemur hasil panen. Mereka bukan hanya pekerja, tetapi juga guru pertama di rumah. Pengetahuan yang mereka miliki diwariskan kepada anak-anaknya, menjadikan rumah sebagai ruang belajar tentang kopi, tentang ketekunan, dan tentang nilai.
Kini, peran perempuan tak berhenti di kebun. Di tahap pengolahan, mereka hadir sebagai roaster, barista, bahkan pelaku bisnis kopi. Mereka meracik rasa, membangun merek, dan menyampaikan cerita. Masa depan kopi Indonesia tak lagi hanya soal produksi, tetapi juga soal narasi—dan perempuan adalah penjaga narasi itu.
Stabilitas Mutu dan Cerita yang Menguatkan
Masataka Nakano dari Key Coffee Inc. menyoroti pentingnya stabilitas rasa dan mutu dalam kopi Indonesia. Menurutnya, konsumen Jepang sangat sensitif terhadap konsistensi kualitas, dan kopi Indonesia yang mampu menjaga standar tersebut akan mendapat tempat khusus di pasar Jepang.
Sementara itu, Roby Wibisono dari KAPPI menegaskan bahwa masa depan kopi Indonesia bergantung pada generasi baru petani dan profesional kopi yang tumbuh bersama—dari kebun hingga kafe, dari produsen hingga konsumen. “Dengan riset, pelatihan, dan penguatan standar mutu, kita tidak hanya membentuk masa depan kopi Indonesia, tapi mendefinisikannya untuk dunia,” ujarnya.
Menyemai Masa Depan: Perempuan di Industri Kopi dari Hulu ke Hilir
Dalam ekosistem kopi Indonesia, perempuan hadir di setiap tahap—dari hulu hingga hilir. Di kebun, mereka menjadi penjaga mutu melalui proses pemetikan dan penyortiran yang teliti. Di rumah, mereka menjadi pendidik informal yang menanamkan nilai kerja keras dan cinta terhadap tanah. Di tahap pengolahan, mereka meracik dan menyempurnakan rasa sebagai roaster dan barista. Bahkan di ruang bisnis dan pemasaran, perempuan mulai tampil sebagai pemilik usaha dan penggerak komunitas.
Peran ini bukan hanya menopang keberlanjutan industri, tetapi juga membentuk wajah baru kopi Indonesia: inklusif, berdaya, dan penuh cerita. Ketika perempuan diberi ruang untuk tumbuh, kopi Indonesia tidak hanya menjadi produk unggulan, tetapi juga simbol nilai sosial dan kebanggaan budaya yang layak diperjuangkan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.