
Wamen Imigrasi dan Pemasyarakatan Silmy Karim menerima usulan dari anggota Komisi XIII DPR RI Muslim Ayub agar memperbanyak perempuan yang menjabat Kakanwil Imigrasi dan Pemasyarakatan di daerah.
Hal itu disampaikan Muslim saat rapat kerja bersama Silmy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (21/7).
Awalnya, Muslim menyinggung Lapas Grobogan di Purwodadi dan Lapas Cebongan di Sleman yang menurutnya memiliki tata kelola yang bagus.
“Sebenarnya, Lapas Grobogan itu bisa menjadi contoh lapas-lapas lainnya yang ada di Indonesia. Cenongan. Ini luar biasa,” ucap Muslim.
“Saya melihat, sejak saya di Komisi III dan sampai sekarang saya di Komisi XIII, belum ada lapas yang tata kelolanya luar biasa. Termasuk di Imipasnya sendiri dan di Imigrasi sendiri. Dan kebetulan dua Srikandi pula, itu perempuan yang memimpin,” tambahnya.

Melihat bagusnya kedua lapas itu di bawah kepemimpinan perempuan, Muslim meminta agar Kemen Imipas memperbanyak Kakanwil perempuan di daerah-daerah lainnya.
“Saya rasa untuk Kanwil-Kanwil, kita prioritaskanlah perempuan. Perempuan ini kayaknya lebih mampu, kayaknya saya melihat. Bukan kita bandingkan dengan laki-lali, tidak,” ucap Muslim.
“Jadi care sekali sekali dalam hal apapun, jadi kita komunikasi pun lebih baik. Dan kalau memang ada perempuan pun wanita yang menjadi pimpinan barangkali di lapas baik imigrasi, tidak ada salahnya ini kita prioritaskan,” tambah dia.

Merespons usulan itu, Silmy menyebut, Kemen Imipas akan menindaklanjuti.
“Khususnya kepada Lapas Grobogan dan Cebongan, dan juga masukan Kakanwil perempuan untuk bisa diberikan kesempatan atau perhatian, karena penataannya juga yang Bapak lihat, baik gitu ya, kita akan jadikan masukan dan kita tindak lanjuti,” ucap Silmy.
Selain soal Kakanwil perempuan, politikus NasDem ini menyorot soal kurangnya dokter di sejumlah lapas, khususnya di Aceh dan Sumatera Utara.
“Saya melihat di lapas Cebongan kemarin, itu ada sampai tiga doktor diberikan dengan penghuni hanya sampai 400. Di lapas kami, di dapil kami, Sumut dan Aceh itu, tidak ada dokternya,” ucap Muslim.
“Lapas yang sampai 500 orang, nggak ada dokternya di situ,” tambah dia.

Kata Muslim, banyak warga binaan yang meninggal di dalam lapas imbas ketidakadaannya dokter.
“Jadi kadang-kadang dokternya tidak ada, bagaimana dengan penghuninya di situ? Ya mati terus orangnya. Kita lihat di Jawa, hanya berapa orang, dokternya sampai tiga. Ini perlu, ini perlu pemikiran bagi kita semua,” tambah dia.
Silmy merespons sorotan Muslim itu. Menurutnya, di tahun 2025 ini, penempatan dokter di lapas sudah direformasi. Silmy menyebut, temuan Muslim akan ditindaklanjuti.
“Kemudian kaitan dengan diskriminasi, jumlah daripada tenaga dokter, alhamdulillah kita sudah mendapatkan formasi baru di tahun 2025 ini,” ucap Silmy.
“Dan apa yang menjadi atensi bapak akan kita tindaklanjuti, di Sumut dan Aceh, untuk bisa mendapatkan tenaga medis agar bisa juga memberikan perawatan kepada para warga binaan,” tandasnya.