KOALISI Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritik keputusan perluasan struktur organisasi di tubuh TNI, mulai dari penambahan Komando Daerah Militer (Kodam), Brigade Infanteri, dan resimen. Hal tersebut mengindikasikan skala prioritas penggunaan anggaran pertahanan kurang tepat.
Perwakilan Koalisi Dimas Bagus Arya mengatakan perluasan tersebut justru membuat tata kelola organisasi militer semakin pragmatis dan cenderung berorientasi pada kepentingan eliter militer, misalnya untuk mengatasi penumpukan perwira non-job. "Penggunaan anggaran pertahanan harusnya diprioritaskan untuk modernisasi alutsista, bukan perluasan organisasi berlebih," kata Dimas dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 14 Agustus 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Menurut Dimas, perluasan organisasi militer akan berdampak pada makin terbebaninya anggaran. Apalagi, keputusan ini juga tak sejalan dengan program pemangkasan anggaran yang tengah diterapkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Dampak lain yang disebabkan oleh perluasan organisasi militer, kata Dimas, ialah kian meluasnya peran militer di ranah sipil. Misalnya, pembentukan batalyon teritorial pembangunan hingga pengelolaan komponen cadangan justru akan memperlemah kapasitas institusi sipil dalam tata kelola pemerintahan.
"Kebijakan pertahanan harus berbasis pada Strategic Defence Review dan Buku Putih Pertahanan yang disusun secara transparan, partisipatif, dan berorientasi pada kepentingan pertahanan nasional jangka panjang, bukan kepentingan elite militer," ujar Dimas.
Perwakilan koalisi lainnya, Al Araf, mengatakan kebijakan memperluas struktur organisasi militer yang berdampak pada beban anggaran akan berimplikasi lanjut pada pemenuhan kebutuhan prioritas pertahanan, khususnya pada modernisasi alutsista dan peningkatan kesejahteraan prajurit.
Ia curiga perluasan struktur ini tidak dilandasi postur dan strategi pertahanan baru yang ideal serta berorientasi pada nilai-nilai demokrasi. Sebab, idealnya penambahan infrastruktur militer membutuhkan perekrutan personel baru.
"Dan ini justru berpotensi semakin memperburuk tata kelola sumber daya manusia di lingkungan militer," kata Al Araf.
Maka dari itu, Al Araf menyatakan koalisi mendesak agar Presiden Prabowo Subianto menghentikan ekspansi struktur komando teritorial yang tidak sejalan dengan semangat reformasi TNI dan apa yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI. Koalisi juga mendesak agar seluruh kebijakan pengembangan organisasi militer dianalisis secara ketat dari segi efisiensi anggaran, dengan fokus pada peningkatan kapasitas pertahanan yang profesional dan responsif terhadap ancaman global.
"Bukan pada penyerapan perwira berlebih atau pembentukan unit yang memperluas peran militer di ranah sipil," kata Al Araf.
Di Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer, Ahad, 10 Agustus lalu, Presiden Prabowo meresmikan pembentukan 6 Kodam baru di tubuh TNI. Selain meresmikan pembentukan 6 Kodam baru, Prabowo mengukuhkan 100 dari total target 514 batalyon teritorial pembangunan yang tersebar di seluruh Indonesia. Lalu 14 Komando Daerah Angkatan Laut; 3 Komando Daerah Angkatan Udara; 1 Komando Operasi Udara.
Syahdan 6 Grup Komando Pasukan Khusus; 20 Brigade Teritorial Pembangunan; dan 1 resimen Korps Pasukan Gerak Cepat; 1 Brigade Infenteri Marinir; 5 Batalyon Infanteri Marinir; serta 5 Batalyon Komando Korps Pasukan Gerak Cepat.
Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI Mayor Jenderal Kristomei Sianturi dan Kepala Pusat Penerangan TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana belum menjawab pesan pertanyaan yang dikirimkan Tempo melalui aplikasi perpesanan WhatsApp. Namun, pada Sabtu, 9 Agustus lalu Wahyu mengklaim penambahan 6 Kodam ditujukan untuk memperkuat Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta. "Sekaligus mendukung percepatan pembangunan nasional demi kesejahteraan masyarakat," ujar Wahyu.
Menurut dia, penambahan enam Kodam baru akan mendorong TNI lebih responsif dalam mengatasi isu lokal di daerah. Dengan adanya penambahan, TNI bisa lebih menjangkau wilayah pelosok yang sebelumnya dibebankan pada 1 Kodam.