
PELAKSANA tugas (Plt) Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) Tri Winarno menegaskan insiden meledaknya sumur minyak rakyat di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, terjadi akibat praktik pengeboran ilegal.
Ia menjelaskan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Usaha Eksplorasi dan Produksi Sumur Minyak Rakyat telah secara tegas melarang pemboran sumur minyak baru oleh masyarakat.
Aturan ini hanya mengatur pemanfaatan sumur yang sudah ada (existing), baik sumur tua milik Pertamina maupun sumur yang dibor sebelum peraturan ini berlaku.
“Permen 14/2025 itu jelas. Pemboran baru tidak boleh. Yang boleh hanya sumur existing. Nah, yang di Blora itu kategori liar, karena pengeboran baru berarti ilegal,” ujar Tri di Jakarta, Kamis (28/8).
Sebagai langkah mitigasi, pemerintah melakukan inventarisasi sumur minyak rakyat yang sudah ada, kemudian menetapkan mekanisme pengelolaan. Usulan pengelola bisa datang dari gubernur, lalu hasil produksinya disalurkan melalui Koperasi Unit Desa (KUD), BUMN, atau BUMD, hingga akhirnya masuk ke Pertamina.
Menurut Tri, ledakan di Blora mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap praktik ilegal tersebut. Ia mencontohkan, “Ibaratnya seperti balapan liar. Kalau jatuh ya kecelakaan," ucapnya.
Ke depan, pemerintah akan memperkuat pembinaan terkait aspek K3 atau Keselamatan, Kesehatan dan Kerja, serta lingkungan dengan dukungan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di sekitar wilayah operasi.
Adapun terkait sanksi, Tri menegaskan aktivitas pengeboran liar bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi masuk kategori tindak pidana.
“Kalau ilegal, ya sanksinya penjara,” tegasnya. (H-3)