
Hari ini, Rabu (16/7), Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, melaporkan realisasi anggaran Kemendikdasmen tahun 2024 kepada Komisi X DPR RI.
Di dalam laporannya, Mu’ti menyebut bahwa realisasi anggaran Kemendikdasmen pada tahun 2024 mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurut Mu’ti, ini sudah kali ke-12 Kemendikdasmen mendapatkan opini WTP secara berturut-turut.
“Dengan demikian sebagaimana kami sajikan dalam salindia 24, Kementerian Pendidikan telah 12 kali secara berturut-turut dari tahun 2013-2024 mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian,” ujar Mu’ti di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu (16/7).
Laporan Mu’ti soal opini WTP ini pun disorot oleh anggota Komisi X DPR dari Golkar, Ferdiansyah. Ia mempertanyakan, bagaimana realisasi anggaran Kemendikdasmen bisa mendapatkan opini WTP, namun ada kasus dugaan korupsi pengadaan laptop di Kemendikbudristek—nama Kemendikdasmen sebelumnya.
“WTP 2013-2024. Tapi saya turut prihatin berita-berita hari ini terjadi yang kurang mengenakan untuk mitra kita, WTP tapi ada kasus yang cukup besar menurut kami dan memalukan dunia pendidikan yaitu soal Chromebook, ya itu jadi pertanyaan kita,” ucap dia kepada Mu’ti.
“WTP tapi kok ada kasus Chromebook, gitu kan? Ini yang juga mohon menjadi perhatian kita bersama,” sambung dia.
Ia pun menberikan catatan khusus terkait opini WTP tersebut. Menurutnya, perbaikan perlu dilakukan.
“Oleh karena itu tentunya di sini menjadi catatan daripada raker pada hari ini. WTP tapi dengan berbagai catatan yang memang harus kita cermati ke depan, lebih memperbaiki, secara administrasi, secara laporan keuangan, dan secara implementasi sesuai dengan aturan-aturan,” ucap dia.
“Mudah-mudahan ini menjadi pencerahan kita bersama, supaya juga WTP ini juga jangan membuat kita bangga, tetapi WTP jangan juga masih menimbulkan berbagai masalah,” tambahnya.
Sekilas Kasus Chromebook
Adapun kasus dugaan pengadaan laptop di Kemendikbudristek terjadi pada 2019-2024. Sudah ada empat tersangka ditetapkan oleh Kejagung RI, dari direktur di Kemendikbudristek sampai mantan Stafsus Mendikbudristek saat itu, Jurist Tan.
Dalam kasus ini, Kemendikbudristek melaksanakan program Digitalisasi Pendidikan dengan pengadaan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah di Indonesia, termasuk di daerah 3T. Anggarannya mencapai Rp 9,3 triliun.
Namun, pengadaan laptop ini dipilih menggunakan sistem operasi Chrome atau Chromebook. Padahal, Chromebook banyak kelemahan jika dioperasikan pada daerah 3T, termasuk harus ada internet. Sehingga, penggunaannya tidak optimal.
Di sisi lain, diduga ada ketidaksesuaian harga dalam pengadaan tersebut. Negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 1,98 triliun.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.