
KPK telah rampung memeriksa tiga orang saksi dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Tiga orang saksi tersebut yakni Erwin Yostinus selaku freelance jasa pengurusan RPTKA di Kemnaker, Ety Nurhayati selaku staf operasional PT Indomonang Jadi, dan Purwanto selaku staf operasional PT Dienka Utama.
Dalam pemeriksaan itu, juru bicara KPK Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa penyidik mendalami saksi terkait dugaan pemerasan melalui tarif ilegal yang dilakukan para tersangka agar pengurusan dokumen RPTKA dipercepat.

"Ketiganya diperiksa terkait besaran tarif tidak resmi yang diminta oleh para tersangka agar proses pengurusan RPTKA dipercepat," kata Budi kepada wartawan, Kamis (12/6).
"Serta apa yang akan dilakukan oleh para tersangka jika uang tarif tidak resmi tersebut tidak diberikan oleh para agen TKA," jelas dia.
Praktik Pungli Pengurusan RPTKA Kemnaker
Sebelumnya, Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, menjelaskan RPTKA merupakan dokumen wajib yang mesti dimiliki para WNA untuk bisa bekerja di Indonesia. Pengurusannya dilakukan di Direktorat PPTKA Kemnaker.
Hal itu disampaikan Budi saat konferensi pers pengumuman tersangka kasus dugaan pemerasan TKA Kemnaker, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (5/6) lalu.
Proses pengajuannya diawali dengan permohonan penerbitan secara online. Nantinya, permohonan tersebut akan dilakukan verifikasi.
Adapun para tersangka yang dijerat KPK yakni:
Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker tahun 2020–2023, Suhartono.
Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2019–2024 dan Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2024–2025, Haryanto.
Direktur PPTKA tahun 2017–2019, Wisnu Pramono.
Direktur PPTKA tahun 2024–2025, Devi Angraeni.
Koordinator Analisis dan PPTKA tahun 2021–2025, Gatot Widiartono.
Petugas Hotline RPTKA 2019–2024 dan Verifikator Pengesahan RPTKA pada Direktorat PPTKA 2024–2025, Putri Citra Wahyoe.
Analis TU Direktorat PPTKA tahun 2019–2024 yang juga Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA tahun 2024–2025, Jamal Shodiqin.
Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker tahun 2018–2025, Alfa Eshad.
"Bahwa tersangka SH, WP, HY, DA diduga memerintahkan PCW, ALF, dan JMS selaku verifikator di Direktorat PPTKA untuk meminta sejumlah uang kepada pemohon agar dokumen RPTKA disetujui dan diterbitkan," ujar Budi Sokmo, Kamis (5/6) lalu.
Budi memaparkan, tersangka Putri, Alfa, dan Jamal, selaku verifikator dokumen permohonan RPTKA hanya memberikan perkembangan pengajuan permohonan kepada pemohon yang memberikan atau menjanjikan sejumlah uang.
Sementara bagi pemohon yang tak memberikan uang, para tersangka diduga tidak memberitahukan perkembangan pengakuan permohonan tersebut. Bahkan, prosesnya diulur-ulur.
Hal ini membuat para pemohon RPTKA yang tak mendapat kejelasan mendatangi kantor Kemnaker dan menemui para tersangka. Saat itulah para tersangka kemudian menawarkan bantuan untuk mempercepat proses pengurusan dengan sejumlah uang.
"Setelah diperoleh kesepakatan, maka pihak Kemnaker menyerahkan nomor rekening tertentu untuk menampung uang dari pemohon," terang Budi.
Tak hanya itu, dalam proses pengajuan RPTKA juga terdapat tahapan wawancara bagi WNA yang akan bekerja di Indonesia. Para tersangka diduga tak akan memberikan jadwal wawancara bagi mereka yang tak membayar.
Budi memaparkan, RPTKA ini sangat dibutuhkan segera oleh para calon TKA. Pasalnya, tidak punya RPTKA, para calon TKA akan dikenakan denda Rp 1 juta per harinya di Indonesia.
Sehingga, kata Budi, para Pemohon RPTKA terpaksa memberikan sejumlah uang kepada Direktur PPTKA dan Dirjen Binapenta melalui Putri, Alfa, dan Jamal.
Total Uang Terkumpul Rp 53,7 M
KPK mengungkapkan bahwa para tersangka turut menikmati hasil uang dari pemerasan untuk kepentingan pribadi. Mereka juga membagikannya untuk membayar makan malam pegawai di Direktorat PPTKA.
Total uang yang telah dikumpulkan sejak 2019 mencapai Rp 53,7 miliar. Berikut rincian penerimaan masing-masing tersangka:
1. Suhartono sekurang-kurangnya Rp 460 juta.
2. Haryanto sekurang-kurangnya Rp 18 miliar.
3. Wisnu Pramono sekurang-kurangnya Rp 580 juta.
4. Devi Angraeni sekurang-kurangnya Rp 2,3 miliar.
5. Gatot Widiartono sekurang-kurangnya Rp 6,3 miliar.
6. Putri Citra sekurang-kurangnya Rp 13,9 miliar.
7. Alfa Eshad sekurang-kurangnya Rp1,8 miliar.
8. Jamal Shodiqin sekurang-kurangnya Rp1,1 miliar.
Selain dinikmati oleh para tersangka, KPK menyebut bahwa uang itu juga diberikan kepada hampir seluruh pegawai Direktorat PPTKA sekitar kurang lebih 85 orang sekurang-kurangnya sebesar Rp 8,94 miliar.
Namun, KPK menyatakan bahwa para pihak termasuk tersangka telah mengembalikan uang ke negara melalui rekening penampungan KPK dengan total sebesar Rp 5,4 miliar.
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor.