Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) harap pembatasan volume dalam skema Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) atau gas murah untuk sektor industri tak mengganggu produksi. HKI memandang bahwa HGBT merupakan kebijakan strategis yang tetap diperlukan dan bahkan sebaiknya diperluas demi menjaga daya saing industri nasional.
Ketua Umum HKI, Akhmad Ma’ruf Maulana, menegaskan bahwa HGBT telah terbukti membantu perusahaan-perusahaan industri di dalam kawasan industri untuk menjaga stabilitas biaya produksi, mendorong ekspansi usaha, dan mempertahankan lapangan kerja di tengah dinamika harga energi global.
"Ketersediaan energi dengan harga terjangkau adalah kunci bagi industri untuk tumbuh berkelanjutan. HGBT bukan hanya instrumen insentif saja, namun merupakan fondasi untuk menarik investasi baru dan menguatkan basis manufaktur nasional," ujar Ma’ruf dalam keterangannya, Jumat (15/8).
HKI menilai enam poin penting yang perlu diperhatikan pemerintah. Pertama, keberlanjutan kebijakan HGBT sebaiknya tidak hanya dipertahankan, tetapi memiliki kepastian hukum untuk jangka panjang. Menurut Ma'ruf hal ini agar industri dapat menyusun rencana biaya produksi dan investasi dengan stabil.
Kedua, perluasan penerima manfaat skema HGBT untuk lebih banyak sektor industri strategis. Menurutnya, kawasan industri menjadi motor penggerak ekspor, substitusi impor, dan penciptaan lapangan kerja.
Ketiga, HKI meminta prioritas bagi industri dalam negeri. Dengan dukungan energi yang cukup dan kompetitif, industri nasional berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen dalam lima tahun ke depan.
Keempat, sinergi dengan program hilirisasi, sehingga dampak ekonominya lebih luas dan memberikan multiplier effect yang signifikan.
Kelima, impor gas bagi kawasan industri Apabila pasokan domestik belum mencukupi, Swasta dan Kawasan Industri diizinkan untuk mengimpor gas yang diperuntukkan khusus bagi kawasan industri, dengan mekanisme pengawasan dan tata niaga yang transparan untuk memastikan ketersediaan pasokan bagi industri dengan harga kompetitif.
Keenam, HKI meminta agar penetapan HGBT menggunakan mata uang rupiah, untuk memperkuat nilai tukar rupiah sesuai dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang; dan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
HKI memahami bahwa pengelolaan sumber daya energi harus dilakukan secara bijak, namun pembatasan volume yang terlalu ketat berpotensi menghambat pertumbuhan industri.
"Oleh karena itu, HKI siap berdialog dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lain untuk merumuskan mekanisme yang optimal, memastikan pasokan energi efisien, dan tetap menjaga keberlanjutan fiskal," kata Ma'ruf.