
SEBAGIAN lahan sawah musim gadu (musim tanam kedua) di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, mulai memasuki musim panen. Sayangnya hasil produksi gabah rata-rata terjadi penurunan luar biasa.
Turunnya hasil panen gabah itu akibat diselimuti kemarau panjang atau terjadi anomali cuaca di tengah fenomena El Nilo cukup lama di kawasan pesisir pantai Selat Malaka tersebut.
Dari pengamatan Media Indonesia, dalam tiga hari terakhir, sebagian lokasi yang mulai panen padi musim gadu itu adalah Kecamatan Indrajaya, Peukan Baro dan Kecamatan Simpang Tiga. Tiga kecamatan itu juga termasuk dilanda kekeringan cukup parah.
Di kawasan Desa Dayah Caleue, Kecamatan Indrajaya misalnya, hasil panen kali ini menurun luar biasa. Dari biasanya menghasilkan berkisar 6 ton-7 ton gabah per hektare (ha), kini hanya 2 ton-4 ton per ha.
Kondisi mengkhawatirkan juga melanda lahan sawah di Desa Mesjid Tungkop, dari biasanya menghasilkan 6 hingga 8 ton per ha, sekarang hanya memperoleh 4 hingga 5 ton per ha. Lalu di sebagian Kecamatan Simpang Tiga, dari perolehan produksi hasil panen standar biasanya 5 hingga 7 ton per ha, kini hanya mendapat 3 hingga 4 ton per ha.
"Bahkan ada yang gagal panen karena tidak sempat ditanam karena menering cukup parah sehingga tanaman padi menguning dan gosong" tutur M Yusuf, tokoh masyarakat tani di Kecamatan Peukan Baro, Kepada Media Indonesia, Sabtu (2/8).
Muhammad Nasir, petani di Kemukiman Pineung, Kecamatan Peukan Baro mengatakan, untuk menghindari kekeringan cukup parah harus berusaha maksimal. Agar tanaman padi tidak sampai mati hampir tiap pekan menyedot air dalam saluran irigasi untuk mengairi hingga 200 meter ke lahan sawah.
Caranya tentu jarus menggunakan selang plastik. Paling kurang bisa untuk pertumbuhan dan masa pengisian bulir padi. "Walaupun target produksi panen tidak tercapai, tapi jangan sampai gagal total. Tentu modal biaya yang kami kemuarkan musim tanam gadu ini jauh lebih besar dari kondisi normal" tutur Muhammad Nasir. (H-1)