Majelis Hakim yang menjatuhkan vonis lepas dalam perkara persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) didakwa menerima suap dan gratifikasi. Total uang suap yang diterima Majelis Hakim tersebut yakni sebesar Rp 21,9 miliar.
Majelis Hakim tersebut yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom. Ketiganya menjalani sidang dakwaan secara terpisah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/8).
Adapun uang Rp 21,9 miliar yang diterima ketiganya merupakan bagian dari total uang suap sebesar Rp 40 miliar yang diterima bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta; dan eks Panitera Muda PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan.
Untuk Arif dan Wahyu, keduanya telah menjalani sidang dakwaan pada Rabu (20/8) kemarin.
"Menerima hadiah atau janji yaitu menerima uang tunai dalam bentuk mata uang USD sejumlah USD 2.500.000 atau senilai Rp 40 miliar," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan surat dakwaannya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/8).
Jaksa menguraikan bahwa uang tersebut diperoleh dalam dua kali penerimaan. Penerimaan pertama, yakni uang tunai dalam bentuk pecahan USD 100 sebesar USD 500.000 atau senilai Rp 8 miliar, dengan rincian penerimaan yakni:
Kemudian, penerimaan kedua yakni uang tunai dalam bentuk pecahan USD 100 sebesar USD 2.000.000 atau senilai Rp32.000.000.000. Uang itu kembali dibagi-bagi dengan rincian sebagai berikut:
Jaksa menyebut, uang-uang tersebut diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M. Syafe'i selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
"Padahal, diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," tutur jaksa.
Jaksa menyebut Djuyamto mendapatkan total bagian uang suap yang dianggap sebagai penerimaan gratifikasi senilai Rp 9,5 miliar dalam pengaturan vonis lepas tersebut.
"Perbuatan terdakwa Djuyamto selaku penyelenggara negara yaitu hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Kelas IA Khusus yang mendapatkan penugasan sebagai hakim tindak pidana korupsi tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menerima uang seluruhnya sebesar Rp 9.500.000.000," ungkap jaksa.
Sementara itu, Agam Syarief dan Ali Muhtarom masing-masing mendapatkan bagian uang suap senilai Rp 6,2 miliar.
"Perbuatan terdakwa Agam Syarief Baharudin selaku penyelenggara negara yaitu hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur Kelas IA Khusus yang memperoleh penugasan sebagai hakim tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menerima uang seluruhnya sebesar Rp 6,2 miliar, haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan yang berlawanan dengan kewajiban dan tugas," papar jaksa.