Bos Maktour, Fuad Hasan Masyhur, angkat bicara terkait pernyataan KPK yang menyebut ada upaya penghilangan barang bukti saat menggeledah kantor Maktour.
"Enggak ada itu, ya," kata Fuad usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/8).
Di sisi lain, Fuad juga membantah perusahaan travel miliknya mendapat kuota haji tambahan dengan jumlah yang sangat banyak pada 2024 lalu.
"Maktour hanya jumlah yang sangat terbatas. Sangat kecil sekali, ya. Jadi, tidak ada bilang sampai ribuan apa semua. Nggak, ya," ujar dia.
Terkait tudingan soal adanya pertemuan antara perusahaan dan asosiasi travel haji dengan oknum Kemenag dalam perumusan pembagian kuota tambahan itu, Fuad menjawabnya diplomatis.
"Kalau bilang pertemuan, selalu saya silaturahmi di kantor saya untuk kawan-kawan asosiasi. Jumat, kan, di mana-mana itu ada Jumat berkah," jelas Fuad.
"Kantor saya terbuka untuk siapa saja, bukan hanya untuk asosiasi. Siapa pun, kawan-kawan media mau datang dengan mudah di kantor saya, ya. Saya selalu terbuka, ya," lanjut dia.
Dalam kasus ini, KPK sebelumnya telah menggeledah kantor Maktour. Dari sana, KPK menemukan ada upaya dugaan penghilangan barang bukti.
"Dalam penggeledahan yang dilakukan di kantor biro perjalanan haji MK, yang berlokasi di wilayah Jakarta, Penyidik menemukan petunjuk awal adanya dugaan penghilangan barang bukti," kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Jumat (15/8).
Budi menekankan, pihaknya tak segan untuk menerapkan pasal perintangan penyidikan kepada pihak-pihak yang berupaya menghalangi penyidikan korupsi kuota haji ini.
Fuad juga merupakan salah satu pihak yang dicegah bepergian ke luar negeri oleh KPK. Hal itu dilakukan karena keberadaannya di Indonesia masih diperlukan dalam rangka permintaan keterangan.
Saat ini, KPK tengah melakukan penyidikan terkait perkara kuota haji 2024. Perkara ini berawal saat Presiden Jokowi pada 2023 silam bertemu dengan Pemerintah Arab Saudi dan mendapat 20 ribu kuota tambahan haji.
KPK menduga bahwa asosiasi travel haji yang mendengar informasi itu kemudian menghubungi pihak Kementerian Agama (Kemenag) untuk membahas masalah pembagian kuota haji.
Mereka diduga berupaya agar kuota haji khusus ditetapkan lebih besar dari ketentuan yang berlaku. Seharusnya kuota haji khusus hanya diperbolehkan maksimal 8 persen dari total kuota haji Indonesia.
Diduga, ada rapat yang menyepakati kuota haji tambahan akan dibagi rata antara haji khusus dan reguler 50%-50%.
Keputusan itu juga tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani oleh Menag saat itu, Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut. KPK masih mendalami keterkaitan SK itu dengan rapat yang digelar sebelumnya.
Selain itu, KPK juga menemukan adanya dugaan setoran yang diberikan para pihak travel yang mendapat kuota haji khusus tambahan ke oknum di Kemenag.
Besaran setoran yang dibayarkan berkisar antara USD 2.600 hingga 7.000 per kuota. Perbedaan biaya tersebut bergantung pada besar kecilnya travel haji itu sendiri.