Raut kelelahan tampak jelas di wajah Dasih (65) saat ia bersandar pada tiang kokoh di depan pintu peron 5 dan 6 Stasiun KRL Tanah Abang, Jakarta, Kamis (28/8).
Tiga gembolan besar berisi dagangan nasi yang masih banyak tersisa, menjadi saksi bisu penantiannya. Di tengah kepasrahan itu, ia tak tahu jika jalan pulangnya ke Maja, Banten, terhalang karena adanya demo di DPR yang membuat perjalanan KRL terhenti.
"Iya lagi nunggu kereta. Saya dagang, dagangan lagi sepi. Bingung saya, capek," keluhnya, sembari meluruskan kaki dengan sandal yang ia lepas dan simpan di sebelahnya.
Dasih mengaku sudah menunggu di dalam kereta sejak ba’da ashar, sekitar pukul 16.00 WIB. Ia bahkan sempat tertidur saking lelahnya, hingga akhirnya dibangunkan oleh satpam yang memintanya keluar dari kereta.
"Pada demo ceunah, emak enggak tau lagi demo. Enggak tau, bikin dagangan aja di rumah. Berangkat dagang," ceritanya polos.
Di usianya yang telah menginjak 65 tahun, ia hanya berdagang dua kali seminggu, Kamis dan Sabtu.
“Dagang hari Kamis sama Sabtu. Dua hari aja, sama badannya lagi kurang sehat. Umur udah 65 tahun, ini barang bawa sendiri, nasi masih banyak, jadi bingung,” ucapnya.
Tubuhnya tak lagi sebugar dulu. Penyakit paru-paru yang dideritanya dua tahun terakhir membuatnya mudah lelah.
“Ibu nggak enak badan udah dua tahun sakit. Sakit paru-paru, kecapekan, tadinya jualan. Dulu kan bawa pisang, bawa apa aja, keranjang gitu,” tutur Dasih.
"Habisnya nggak ada yang ngebantu kalau nggak dagang sendiri mah, nggak ada yang ngasih makan. Anak-anak juga pada jauh kan,” lanjutnya.
Anak-anaknya sudah berkeluarga dan tinggal jauh. Ia pun tak punya ponsel untuk menghubungi mereka. Jadwal kereta yang tak pasti dan ketiadaan akses telepon membuatnya tak berdaya.
“Nggak punya ini, nggak punya HP,” ucapnya.
Dasih pasrah. Saat ditanya apa yang akan ia lakukan jika kereta tak kunjung beroperasi, ia hanya menjawab, "Ya tunggu aja sini, ibu mah pasrah," ucapnya.
Sebelumnya, massa demonstrasi di Gedung DPR meluber hingga ke rel lintas Tana...