Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa setiap orang yang berpartisipasi dalam upaya perlindungan lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara hukum.
Hal itu disampaikan dalam sidang pengucapan putusan perkara nomor 119/PUU-XXIII/2025, di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (28/8).
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan amar putusannya, Kamis (28/8).
Adapun gugatan tersebut diajukan oleh dua orang mahasiswa bernama Leonardo Petersen Agustinus Turnip dan Jovan Gregorius Naibaho. Keduanya mengajukan permohonan uji materi penjelasan Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
Berikut bunyi penjelasan Pasal 66 UU PPLH dimaksud:
"Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi korban dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Perlindungan ini dimaksudkan untuk mencegah tindakan pembalasan dari terlapor melalui pemidanaan dan/atau gugatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian peradilan".
Penjelasan Pasal 66 UU PPLH tersebut merupakan bentuk penjelasan terhadap Pasal 66 UU PPLH yang berbunyi:
"Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana dan/atau digugat secara perdata".
Dalam permohonannya, mereka menilai bahwa materi muatan dalam penjelasan Pasal 66 UU PPLH yang menyatakan tujuan perlindungan hukum dalam rumusan "...korban dan/atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup" dan "...tindakan pembalasan dari terlapor melalui pemidanaan dan/atau gugatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian peradilan" telah mempersempit hak untuk mendapat perlindungan hukum terhadap hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Hal itu juga mempersempit ruang lingkup tindakan pembalasan yang dapat terjadi bukan hanya dari terlapor pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Pemohon berpandangan bahwa hal tersebut memunculkan potensi tidak adanya perlindungan hukum terhadap pihak yang bukan merupakan korban dan/atau pelapor akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menempuh cara hukum terhadap pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Dengan demikian, penjelasan Pasal 66 UU PPLH dinilai tidak hanya menimbulkan ketidakpastian hukum, tetapi juga menimbulkan perlakuan yang tidak sama di hadapan hukum.
Dalam permohonannya, Pemohon pun meminta adanya pemaknaan baru agar perlindungan hukum terhadap setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, tidak hanya terkait dituntut secara pidana atau digugat secara perdata.
Melainkan, juga agar pemerintah dapat melindungi setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, baik sebelum maupun saat terkena pembungkaman seperti intimidasi.
Dalam putusannya, MK kemudian menyatakan bahwa penjelasan Pasal 66 UU PPLH tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.