muhammad syauqi asy syadzili
Agama | 2025-08-01 20:13:10
Esensi Puasa dalam Kajian Fiqih 4 Mazhab tentang Hukum, Jenis, dan Manfaatnya
Disusun Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Qiraah dan Ibadah Dosen Pengampu: Fitriana, M.A, M.Ed, Ph.D.
DISUSUN OLEH KELOMPOK 11:
Moch Afrizal Fahriansyah Azis (12403031020024)
M.Syauqi Hasby Asy Syadzili (12403031040115)
M.Nabil Syabani (12403031050177)
Puasa merupakan salah satu ibadah utama dalam Islam yang memiliki dimensi hukum, spiritual, dan sosial. Kajian fiqih terhadap puasa dalam empat mazhab utama—Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali—menunjukkan adanya kesepakatan dan perbedaan dalam hal hukum, jenis, dan manfaat puasa. Keempat mazhab sepakat bahwa puasa Ramadan adalah wajib bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat, berdasar QS. Al-Baqarah: 183. Namun, terdapat variasi teknis seperti ketentuan niat dan hal-hal yang membatalkan puasa. Mazhab Hanafi dan Hanbali mensyaratkan niat sebagai syarat sah puasa, sementara Syafi’i menetapkan niat sebagai rukun yang harus dilakukan sebelum fajar, dan Maliki membolehkan niat hingga sepanjang malam sebelum fajar.
Dari sisi jenisnya, puasa dalam Islam terbagi menjadi puasa wajib (Ramadan, nazar, qadha, dan kafarat), puasa sunnah (Senin-Kamis, Arafah, Daud, dan lainnya), puasa makruh (seperti puasa Jumat saja), dan puasa haram (pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha). Masing-masing mazhab memberikan klasifikasi dan penjelasan pelaksanaan yang rinci sesuai dalil Al-Qur’an, hadis, dan pendapat ulama klasik.
Manfaat puasa dilihat tidak hanya sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga menyangkut penguatan spiritual (mendekatkan diri kepada Allah, meningkatkan ketakwaan, melatih pengendalian diri), manfaat sosial (melatih empati terhadap kaum kurang mampu, memperkuat solidaritas sosial), serta manfaat kesehatan (detoksifikasi tubuh, mengontrol berat badan, menjaga kesehatan jantung dan metabolisme). Rasulullah SAW menegaskan keistimewaan puasa sebagai ibadah yang penuh dengan pahala dan hikmah, serta diyakini membuka pintu surga khusus bagi golongan yang berpuasa.
Secara keseluruhan, pemahaman mendalam atas esensi puasa dalam perspektif fiqih empat mazhab dapat membimbing umat Islam untuk melaksanakan ibadah ini dengan benar, sadar, dan penuh keikhlasan, sehingga puasa menjadi sarana utama pembentukan pribadi yang bertakwa, berkarakter, dan beriman kokoh baik secara lahiriah maupun batiniah
Kata kunci : Puasa, Fiqih, Empat Mazhab, Hukum Puasa, Manfaat Puasa
Puasa dalam Islam bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, melainkan sebuah ibadah yang mengandung makna spiritual dan sosial yang mendalam. Allah SWT memerintahkan puasa sebagai salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang baligh dan berakal. Dalam kajian fiqih, puasa memiliki hukum yang jelas, jenis-jenis yang beragam, serta manfaat yang luas bagi individu dan masyarakat. Keempat mazhab utama dalam Islam Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali memberikan penafsiran dan penjelasan yang rinci terkait aspek-aspek tersebut. Artikel ini akan menguraikan esensi puasa dari sudut pandang keempat mazhab tersebut, dengan fokus pada hukum, jenis, dan manfaat puasa.
Landasan Hukum Puasa dalam Al-Qur’an dan Hadis
Puasa Ramadhan diwajibkan berdasarkan firman Allah SWT:
اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ١٨٣
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)[1].
Selain itu, banyak hadis yang menegaskan keutamaan dan kewajiban puasa, di antaranya:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِ
"Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hukum Puasa Menurut Imam Hanafi
Puasa menurut mazhab Hanafi adalah ibadah wajib yang harus dilaksanakan oleh setiap Muslim yang telah memenuhi syarat tertentu. Puasa wajib terutama adalah puasa Ramadan yang diwajibkan bagi orang yang baligh, berakal, sehat, dan mampu berpuasa tanpa ada halangan yang dibenarkan syariat. Dalam mazhab Hanafi, puasa memiliki karakteristik dan syarat yang rinci, terutama terkait dengan niat dan hal-hal yang membatalkan puasa.
1. Status Hukum Puasa
Menurut Imam Hanafi, puasa Ramadan wajib atas setiap Muslim yang memenuhi syarat berdasarkan dalil:
اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ ١٨٣
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Dalam kitab-kitab fiqih Hanafi disebutkan bahwa puasa wajib ini bersifat fardhu ‘ain (kewajiban pribadi) yang tidak boleh ditinggalkan kecuali karena uzur syar’i (seperti sakit dan safar).
2. Syarat Sah Puasa
Mazhab Hanafi menetapkan syarat sah puasa yang harus dipenuhi agar puasa dianggap valid, antara lain:
· Beragama Islam
· Baligh (sudah dewasa) dan berakal sehat
· Suci dari haid dan nifas bagi wanita selama puasa
· Mampu berpuasa tanpa ada uzur yang membolehkannya berbuka
· Niat puasa (niat dianggap sebagai syarat sah, bukan rukun)
Niat puasa menurut Hanafi adalah kesengajaan atau kehendak dalam hati untuk menjalankan ibadah puasa pada hari tertentu. Niat ini boleh dilakukan kapan saja pada hari tersebut, yaitu dari waktu terbit fajar sampai tengah hari (zawal). Jika seseorang lupa berniat dan hanya menahan lapar dan haus tanpa niat, maka puasanya dianggap tidak sah dan wajib menggantinya (qadha). Namun, tidak wajib membayar kafarat dalam kasus ini.
3. Waktu Niat
Salah satu perbedaan khas mazhab Hanafi dengan mazhab lain adalah tentang waktu niat. Dalam mazhab Hanafi, niat puasa bisa dilakukan kapan saja pada hari itu sebelum masuk waktu dzuhur (pertengahan siang):
· Ini berarti seseorang masih boleh berniat berpuasa di siang hari selama belum melewati pertengahan waktu siang.
· Jika tidak berniat sama sekali, puasa tersebut dianggap tidak sah, meskipun secara lahiriah orang tersebut menahan makan dan minum.
Sedangkan mazhab lain, seperti Syafi’i, mewajibkan niat dilakukan sebelum fajar.
4. Hal-hal yang Membatalkan Puasa
Mazhab Hanafi sejalan dengan mazhab lainnya mengenai hal-hal yang membatalkan puasa, antara lain:
· Makan dan minum secara sengaja
· Muntah dengan sengaja
· Hubungan suami istri di siang hari puasa
· Haid dan nifas yang datang selama puasa
· Keluar air mani karena sengaja (mencapai syahwat)
· Memasukkan sesuatu ke dalam rongga tubuh yang melalui jalan terbuka (terutama ke perut atau kepala)
5. Kewajiban Mengqadha dan Kafarat
Jika ...