Lampung Geh, Bandar Lampung - DPRD Provinsi Lampung, Fauzi Heri, mendesak pemerintah provinsi untuk mengambil langkah tegas terhadap perusahaan yang belum memenuhi kewajiban perpajakannya.
Hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI, Wakil Gubernur Lampung Jihan Nurlela, dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang membahas persoalan tunggakan pajak air permukaan (PAP), pajak kendaraan bermotor (PKB), serta pajak atas alat berat.
Dalam forum tersebut, disebutkan bahwa terdapat ratusan unit kendaraan dan alat berat milik sejumlah perusahaan besar di Lampung yang belum memenuhi kewajiban pajaknya.
Bahkan, pemanfaatan air permukaan oleh beberapa entitas usaha besar belum diverifikasi, sehingga potensi pendapatan daerah menjadi tidak optimal.
“Ternyata ada beberapa perusahaan besar yang tercatat masih menunggak pajak. Jangan ada privilege khusus untuk korporasi besar, jangan tajam ke yang kecil tapi tumpul ke korporasi besar,” ujar Fauzi Heri, saat diwawancarai pada, Kamis (10/7).
DPRD mencatat, terdapat 303 unit kendaraan yang tercatat belum membayar pajak kendaraan, serta 287 unit alat berat yang belum dikenai kontribusi pajak.
Selain itu, data penggunaan air permukaan oleh sejumlah perusahaan masih belum valid, yang berdampak langsung pada nihilnya penerimaan dari sektor tersebut.
“Ini salah satu bentuk pengabaian terhadap kewajiban hukum dan etika bermitra dengan pemerintah daerah. Mereka berusaha dan memanfaatkan sumber daya alam di Lampung, tetapi kontribusinya ke pendapatan daerah sangat minim,” tegas Fauzi.
Ia meminta kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan instansi teknis lainnya untuk tidak ragu mengambil tindakan hukum terhadap entitas usaha yang tidak patuh pajak.
Bila perlu, dilakukan penyegelan aset atau langkah hukum lainnya, termasuk perdata, jika ditemukan pelanggaran.
Fauzi menyoroti akar persoalan yang menurutnya berasal dari lemahnya validasi dan akurasi data perpajakan.
“Perusahaan-perusahaan besar ini punya banyak aset, tapi belum tercatat dalam sistem. Termasuk data pemakaian air yang belum diverifikasi. Dampaknya, potensi pajak yang seharusnya masuk jadi tidak masuk atau hilang sama sekali karena tidak ada datanya,” jelasnya.
Permasalahan lain adalah belum di perbaruinya tarif dan nilai dasar pajak sesuai perkembangan nilai ekonomi saat ini, yang menyebabkan potensi penerimaan daerah tidak sesuai dengan aktivitas ekonomi yang berlangsung.
“Harus ada audit fiskal dan audit kepatuhan terhadap perusahaan besar. Kalau perlu, melibatkan aparat penegak hukum atau lembaga lain seperti KPK untuk memastikan tidak ada kebocoran pajak,” tambahnya.
Lebih lanjut, Fauzi mengungkapkan, lemahnya sistem integrasi dan verifikasi data antar organisasi perangkat daerah, seperti Bapenda, Dinas PSDA, dan Dinas Perhubungan.
Ia menyebut proses masih berjalan secara manual dan belum terintegrasi digital, sehingga menghambat proses pemantauan dan evaluasi.
“Selama ini verifikasi silang terhadap data pemanfaatan sumber daya alam dan aset bergerak tidak maksimal. Harus ada sistem yang memungkinkan pengecekan secara real-time, bukan menunggu berhari-hari,” katanya.