REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Memasuki usia ke-80 kemerdekaan, Indonesia masih menghadapi tantangan kesenjangan keterampilan tenaga kerja. Data BPS 2022 mencatat, lebih dari separuh pekerja berada di posisi yang tidak sesuai latar belakang pendidikan atau keahliannya. Kondisi ini berkontribusi pada jumlah pengangguran 7,28 juta orang, di mana 3,55 juta di antaranya berusia 15–24 tahun.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menilai perubahan pola investasi memengaruhi kebutuhan tenaga kerja. “Investasi bergeser ke sektor padat modal, keterampilan yang dibutuhkan ikut berubah. Pelatihan harus menyesuaikan industri dan teknologi,” ujarnya.
Kebutuhan tenaga kerja terampil juga menjadi faktor penting bagi pencapaian visi Indonesia Emas 2045. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen, sebagian didorong sektor strategis seperti pariwisata. Sektor ini berkembang di luar Bali dan Jakarta ke kota-kota sekunder, menciptakan permintaan pekerja terampil di perhotelan, transportasi, dan layanan wisata.
Di sisi lain, pengusaha mengeluhkan kesulitan mencari pekerja yang menggabungkan keahlian teknis dengan kemampuan eksekusi seperti komunikasi, kepemimpinan, dan pemecahan masalah. “Penyedia pendidikan Australia dapat memperkuat sisi teknis sekaligus soft skill,” kata Direktur Katalis, Paul Bartlett.
Salah satu langkah konkret untuk menjembatani kesenjangan ini adalah Indonesia–Australia Skills Exchange (IASE) yang lahir dari kerja sama IA-CEPA. Melalui platform IASkills.org, pelaku usaha dan lembaga publik di Indonesia dapat langsung terhubung dengan penyedia pelatihan Australia yang telah teruji di berbagai sektor, mulai pariwisata, kesehatan, TI, bisnis, pertambangan, hingga pertanian.
“Platform ini sudah memiliki 50 penyedia dengan lebih dari 300 kursus, dan terus berkembang,” ujar Clarice Campbell, Skills Lead Adviser Katalis. Pengguna dapat mencari kursus, menghubungi penyedia, atau mengajukan tender pelatihan sesuai kebutuhan, mulai dari jumlah peserta, metode, hingga anggaran.
Bagi pemberi kerja, IASE menawarkan kemudahan menemukan penyedia kredibel, membandingkan penawaran dengan cepat, serta merancang program pelatihan praktis tanpa proses pengadaan rumit.
IASE juga menerapkan prinsip Kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GESI). “Ketika perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok minoritas mendapatkan akses pelatihan, mereka dapat berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian,” ujar Clarice.
Dengan waktu 20 tahun menuju 2045, pengembangan SDM menjadi kunci bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing dan kemandirian. Inisiatif seperti IASE diharapkan mempercepat kesiapan tenaga kerja menghadapi tantangan ekonomi dan teknologi.