
Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, sebagai lengan investasi pemerintah, dipastikan akan menerima dividen sekitar USD 7 miliar pada tahun 2025. Angka itu setara Rp 114,121 triliun (kurs Rp 16.303 per Dolar AS, diakses Sabtu 14 Juni pukul 10.21 WIB).
Dana tersebut akan dikelola untuk berinvestasi ke sejumlah sektor strategis yang dinilai mampu menciptakan lapangan kerja dan memberi imbal hasil ekonomis yang layak.
"Sekarang dengan dividen yang masuk secara bertahap ini, kurang lebih kita akan menerima around USD 7 billion lah," ujar CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani di acara Entrepreneurial In Action di Universitas Paramadina, Jakarta, Jumat (13/6) dikutip Sabtu (14/6).
Rosan menjelaskan, dana yang diterima tersebut bukan berasal dari penyertaan modal negara (PMN) maupun anggaran negara (APBN), melainkan murni dari dividen BUMN yang selama ini masuk ke kas negara. Kini, sebagian dari dividen itu dialihkan untuk dikelola dan diinvestasikan kembali.
Dia menyebut gelontoran investasi tersebut tidak sekadar menempatkan dana, melainkan harus memberikan imbal hasil minimal 10 persen.
"Harus menghasilkan return. Returnnya berapa? Ya, returnnya di atas cost of our capital lah. Kalau Indonesia ini kurang lebih, we would like to have a return at like 10 persen," lanjutnya.
Adapun, dilanjut Rosan, sektor yang sudah ada dalam rencana investasi Danantara itu mencakup bidang kesehatan, hilirisasi, infrastruktur digital, bahan industri, serta proyek waste to energy (pengolahan sampah menjadi energi). Proyek di bidang sampah ini disebut akan segera dimulai di beberapa wilayah.
"Sektornya kesehatan, itu udah ada di pipeline, hilirisasi itu juga ada, kemudian digital infrastruktur, sama di bahan-bahan industri lah. Di dalam (sektor) waste to energy, sampah itu akan kita segera kita (investasikan) saksikan mungkin di beberapa daerah," ujar Rosan.
Rosan juga menyebutkan bahwa saat ini Danantara mencatat total 889 entitas perusahaan yang masuk dalam lingkup pengelolaan mereka, dengan nilai total aset mencapai Rp 15.000 triliun.
"Jumlah SOI yang ada di kita sekarang, State Owned Enterprise, totally to be precise 889 perusahaan yang ada sekarang di dalam buku kami. Makanya if you are combining all the total asset, then you end up with Rp 15.000 triliun," tambah ia.