
Gumpalan busa putih menggulung keluar dari pintu air Wier 3 Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, dan mengalir menyusuri ujung Kali Banjir Kanal Timur (KBT) menuju Laut Jawa di utara Jakarta.
Senin (23/6) siang, busa tak sampai ke Jembatan Pangkalan yang ada di seberang pintu air. Busa baru terlihat setelah air melewati pintu air menuju muara. Busa-busa itu muncul saat air kali jatuh dari pintu air yang tak dibuka penuh.

Beberapa warga sekitar menyebut fenomena busa di BKT ini sudah terjadi sejak lama. Wiwit, penjual kopi dan minuman instan yang berjualan di pinggir kali sejak enam tahun lalu, mengatakan busa nyaris muncul setiap hari.
"Iya hampir tiap hari. Tapi kadang-kadang enggak ada. Enggak ngerti air apaan. Dari mananya nggak tahu," ujarnya.
Ia menduga pencemaran bukan berasal dari limbah rumah tangga, tapi dari pabrik.
"Harusnya diteliti airnya, biar tahu. Kok ini bisa begini, orang perkiraannya dari ibu rumah tangga, tapi masa iya sebanyak ini," katanya.

Warga lain, Adnan, menambahkan bahwa intensitas busa biasanya meningkat saat musim hujan. Sementara ketika kemarau, busa nyaris tak terlihat.
"Ini [pintu air] kalau dibuka, kalau musim hujan. Kalau pasang naik, nggak ada. Ini kan (lagi) ditutup," tuturnya.

Meski begitu, sebagian besar warga tidak merasa khawatir. Bahkan, mereka menganggap busa itu mempercantik pemandangan.
"Kalau putih kalau banyak bagus deh. Kayak salju. Kalau difoto-foto cakep. Cuma kalau sudah berhari-hari jelek, kotor," tutur Aminah.Tak ada kekhawatiran warga terhadap ikan-ikan yang ternyata tahan banting, masih hidup. Ikan ditangkap dari air penuh busa itu lalu dikonsumsi.
Penjelasan DLH Jakarta
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menyatakan bahwa munculnya busa di hilir KBT pada Jumat (20/6/2025) karena dampak dari pembukaan pintu air yang memicu turbulensi air cukup kuat, sehingga menimbulkan busa di sekitar area pembukaan sungai.
"Busa ini kemudian terbawa arus ke arah hilir menuju laut hingga sejauh kurang lebih satu kilometer, sebelum akhirnya berangsur menghilang," kata Humas DLH DKI Jakarta Yogi Ikhwan dikutip dari Antara, Senin (23/6).
Yogi Ikhwan menyampaikan, berdasarkan hasil koordinasi dengan petugas penjaga pintu air dari Dinas Sumber Daya Air di lokasi Weir 3 BKT, tinggi muka air pada saat kejadian mencapai 4,1 meter, atau berada pada status siaga.
“Dalam kondisi tersebut, sesuai POS (prosedur operasional standar) pengendalian banjir, seluruh pintu air di Weir 3 dibuka penuh untuk mengurangi tekanan air," ujar Yogi.

Yogi menjelaskan, sebagai dampak dari pembukaan pintu air ini memicu turbulensi air yang cukup kuat, sehingga menimbulkan busa di sekitar area pembukaan sungai.
Busa tersebut lanjut dia, diduga berasal dari limbah domestik warga, seperti detergen yang terbawa aliran air hujan dari hulu BKT dan mengalami turbulensi akibat terjadi perbedaan tinggi muka air sebelum dan sesudah pintu air.
Yogi mengungkapkan, DLH sudah mengambil langkah tanggap darurat dengan mengambil sampel air di lokasi kejadian untuk dilakukan analisis di Laboratorium Lingkungan Hidup Daerah (LLHD).
Hasilnya akan digunakan sebagai dasar evaluasi lebih lanjut dan menentukan langkah penanganan ke depan, terutama terkait potensi limbah domestik yang masuk ke badan air.
DLH terus memantau kondisi sungai secara berkala dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait agar kejadian serupa tidak terulang.
Dia mengungkapkan, disinyalir busa sering kali timbul dari buangan limbah masyarakat yang banyak mengandung detergen keras.
Detergen keras adalah detergen yang buihnya banyak karena kandungan kurang ramah lingkungan seperti MBAS atau Metilen Blue Active Surfactan.
"Padahal banyaknya busa bukan merupakan indikator efektifitas detergen membersihkan. Sebaiknya masyarakat menggunakan 'soft deterjen' yang lebih ramah lingkungan," kata diam
Yogi menjelaskan langkah berikutnya akan dilakukan sosialisasi dan penegakan hukum oleh Bidang Penaatan dan Penegakan Hukum dan Sudin LH terhadap pelaku usaha cucian mobil atau motor dan "laundry" di sepanjang BKT yang mengalirkan limbah ke badan air tanpa pengolahan.
"Secara bertahap, Pemprov DKI Jakarta juga akan membangun Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik (SPALD), agar menghasilkan olahan berupa air sesuai baku mutu air limbah sehingga dapat dibuang ke badan air dengan aman," katanya.