Bupati Jepara Witiarso Utomo menyatakan tidak akan mengeluarkan izin investasi peternakan babi oleh sebuah perusahaan peternakan besar tanpa ada restu dari para ulama dan tokoh agama.
Witiarso mengatakan pihaknya sebenarnya welcome atau menyambut baik adanya investasi ini, namun pendirian peternakan babi sudah ditolak oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Jepara.
"Kami mengikuti apa yang menjadi arahan dari MUI dan Bahtsul Masail yang merekomendasikan untuk tidak memberikan izin, tapi sekali lagi kami pemerintah ini welcome, terbuka terhadap investasi, kami tidak menolak investasinya tapi kami mengikuti arahan dari MUI dan Bahtsul Masail PCNU," ujar Witiarso di kantornya, Selasa (5/8).
Ia menjelaskan, perusahaan peternakan babi tertarik menanamkan modalnya di Jepara karena ketersediaan pakan babi yang melimpah. Selain itu, kondisi geografis Jepara juga dinilai sangat cocok untuk didirikan peternakan babi.
"Perusahaan melihat geografisnya Jepara, mereka juga ingin ada pelabuhan. Kemudian ada ketersediaan pangan, ada jagung yang melimpah. Tempat-tempat yang diinginkan sesuai dengan kemauan perusahaan agak sedikit lembah pegunungan. Jadi posisi Jepara sangat strategis dengan investasi mereka," jelas dia.
Dengan rencana tersebut, pihaknya kemudian memberikan rekomendasi dua desa yang cocok dengan investasi perusahaan tersebut. Yakni di Desa Blingoh dan Desa Jugo di Kecamatan Donorojo.
"Mereka kami arahkan ke Desa Jugo dan sebagian Blingoh. Mereka sudah survei, sudah melakukan kajian dan mereka sudah cocok," ungkap Witiarso.
Kepada dirinya, pihak perusahaan menyebut akan menanamkan modal Rp 10 triliun. Perusahaan akan mengimpor indukan babi, lalu dibesarkan di Jepara dengan kapasitas 2-3 juta ekor per tahun untuk diekspor.
"Retribusi untuk Pemkab mencapai Rp 300 ribu per ekor dan juga CSR (Corporate Social Responsibility)," sebut dia.
Namun, ia menegaskan bahwa potensi retribusi maupun besarnya nilai CSR bukan menjadi pertimbangan utama pemerintah jika bertentangan dengan prinsip-prinsip religius masyarakat Jepara.
"Sebagai pemerintah kita tidak bisa menolak investasi yang sesuai dengan regulasi. Yang tidak boleh kalau memang menabrak Undang Undang, kalau yang ini yang ditabrak adalah nilai syariat nilai keagamaan Islam yang sebagian besar dianut oleh masyarakat Jepara. Sehingga ini menjadi pertimbangan lain dari pemerintah mengizinkan atau tidak," kata Witiarso.