
KEBIASAAN bernapas lewat mulut yang kerap dianggap sepele ternyata dapat berdampak jangka panjang pada kesehatan gigi dan perkembangan wajah, terutama pada anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan.
Dokter gigi spesialis ortodontis Fauzia Adhiwidyanti dari Bethsaida Hospital Dental Center. Senin (1/9), menjelaskan bahwa bernapas melalui mulut biasanya terjadi ketika aliran udara melalui hidung berkurang akibat gangguan pernapasan.
"Kebiasaan ini bisa berlangsung tanpa disadari. Jika terjadi terus-menerus, risikonya antara lain kelainan posisi gigi dan rahang," kata dia.
Beberapa kondisi yang memicu anak bernapas lewat mulut antara lain alergi, sinusitis, pilek berkepanjangan, hingga pembesaran amandel yang menyumbat saluran pernapasan. Selain itu, bentuk rongga hidung yang sempit juga dapat menjadi penyebab.
Menurut Fauzia, dampak yang mungkin muncul meliputi lengkung gigi atas menyempit, gigi maju, gigitan terbalik di bagian belakang, hingga gigitan terbuka di depan yang menyulitkan aktivitas mengunyah.
Selain masalah gigi, mulut kering akibat berkurangnya produksi air liur juga meningkatkan risiko gigi berlubang dan penyakit gusi.
"Dalam jangka panjang, kebiasaan bernapas lewat mulut pada anak bisa memengaruhi bentuk wajah, salah satunya memanjangkan sepertiga bawah wajah yang dikenal dengan istilah long face," jelasnya.
Tanda-tanda yang dapat dikenali pada anak antara lain tidur dengan mulut terbuka, mendengkur, wajah tampak memanjang, hingga suara sengau ketika berbicara. Fauzia menekankan pentingnya deteksi dini agar pertumbuhan gigi dan wajah tetap optimal.
Penanganan biasanya melibatkan perawatan ortodontik untuk memperbaiki posisi gigi, terapi kebiasaan melalui latihan pernapasan, serta kolaborasi dengan dokter THT atau spesialis lain bila ada gangguan medis yang mendasari.
"Dengan penanganan sejak dini, bukan hanya fungsi gigi yang membaik, tetapi juga kualitas tidur, bentuk wajah, serta kesehatan mulut secara keseluruhan," pungkas Fauzia. (Ant/Z-1)