
Pemerintah daerah (Pemda) kini ikut menggencarkan ketahanan pangan yang merupakan fokus pemerintah saat ini. Salah satunya beras biortifikasi yang diluncurkan Kabuoaten Banyuwangi, Jawa Timur, yang siap diproduksi skala industri.
Varietas padi biofortifikasi diperkaya dengan zat besi (Fe) dan zinc (Zn), dua mikronutrien penting untuk tumbuh kembang anak dan kesehatan ibu.
Pada tahap awal, ekosistem ini diuji di lahan seluas 5 hektare menggunakan varietas Nutrizinc, yang memiliki kandungan zat besi dan zinc 25–50 persen lebih tinggi dibandingkan padi biasa.
Direktur Sistem Gizi Nasional di Badan Gizi Nasional (BGN), Nurjaeni, menekankan relevansi inisiatif ini dengan rencana jangka panjang peningkatan status gizi masyarakat.
“Penguatan gizi dimulai dari lahan pertanian,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (29/6).
Beras biofortifikasi menawarkan pendekatan berbasis pangan untuk mengurangi kekurangan zat gizi mikro, serta sejalan dengan Program Makan Bergizi Gratis dan target nasional penurunan stunting.
Guru Besar Ilmu Gizi dan Pangan di IPB University, Evy Damayanthi, menjelaskan beras biofortifikasi merupakan solusi strategis untuk mengatasi Hidden Hunger dalam skala besar.
"Kita tidak lagi hanya menangani kekurangan gizi, tetapi mulai mencegahnya langsung dari sumber pangan utama,” jelasnya.
Sebagai bagian dari upaya mewujudkan pertanian yang berkelanjutan dan produktif, inisiatif tersebut juga mengintegrasikan Teknologi PPAI dari Pandawa Agri Indonesia, perusahaan inovasi pertanian yang berbasis di Banyuwangi. Teknologi ini dirancang untuk meningkatkan kesehatan tanaman dan tanah, serta telah terbukti efektif mendorong praktik budidaya yang lebih ramah lingkungan dan berdaya saing secara ekonomi.
Selain itu, budidaya ini juga menerapkan metode irigasi Alternate Wetting and Drying (AWD) yang dapat mengurangi penggunaan air secara signifikan dan berdampak minimal terhadap lingkungan. Kombinasi antara Teknologi PPAI dan AWD secara keseluruhan mendorong praktik pertanian yang lebih ramah lingkungan dalam budidaya padi.
Riset IPB University menunjukkan bahwa penerapan Teknologi PPAI dapat menurunkan emisi metana hingga 24 persen. Sementara itu, kombinasi antara AWD dan Teknologi PPAI membuat budidaya padi 213 persen lebih efisien dalam penggunaan air dibandingkan metode konvensional.

“Riset ini menunjukkan bahwa dengan teknologi dan praktik yang tepat, padi yang selama ini dikenal sebagai tanaman boros air dapat dibudidayakan dengan cara yang hemat air, rendah emisi, dan tetap produktif,” ujar CEO Pandawa Agri Indonesia, Kukuh Roxa.
Pengembangan padi biofortifikasi juga dinilai selaras dengan strategi pengendalian inflasi, mengingat beras merupakan komoditas dengan bobot inflasi terbesar di Banyuwangi. Selain mendukung stabilitas harga, program ini juga berkontribusi terhadap peningkatan gizi masyarakat secara luas.
Dengan dukungan kuat dari Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, ekosistem ini terus berkembang dan ditargetkan mencakup hingga 500 hektare lahan budidaya pada tahun depan yang secara langsung berkontribusi terhadap pencapaian tujuan nasional dalam penurunan stunting serta mitigasi perubahan iklim.
“Kolaborasi ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah dapat menjadi katalisator kuat untuk perubahan sistemik,” kata Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani.
“Dengan mengintegrasikan varietas bergizi tinggi, praktik budidaya yang adaptif terhadap iklim, dan akses pasar yang andal, kami mendorong desa-desa tumbuh menjadi pusat inovasi," tambahnya.