
KPK telah menjerat lima orang sebagai tersangka buntut OTT yang digelar di Mandailing Natal, Sumatera Utara, pada Kamis (26/6) malam. Operasi itu terkait dengan dua perkara berbeda.
Pertama, proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Kedua, terkait proyek di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah 1 Sumut. Nilai total kedua proyek tersebut yakni sebesar Rp 231,8 miliar.
Dalam OTT itu, KPK mengamankan sebanyak enam orang. Namun, penyidik hanya menjerat lima orang sebagai tersangka. Selain penetapan tersangka itu, KPK juga menyita uang tunai sebesar Rp 231 juta yang diduga hanya sebagian atau sisa komitmen fee dari proyek pembangunan jalan tersebut.
"Dalam kegiatan tangkap tangan ini, KPK selain mengamankan sejumlah enam pihak, juga mengamankan sejumlah uang tunai senilai Rp 231 juta, yang diduga merupakan sebagian atau sisa komitmen fee dari proyek-proyek tersebut," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (28/6).
Pada saat konferensi pers itu, KPK juga sempat menampilkan uang sitaan sebesar Rp 231 juta tersebut di hadapan awak media. Uang itu merupakan sisa dari uang senilai Rp 2 miliar yang diduga dibagi-bagi ke sejumlah pihak.

"Tadi kan dari Rp 2 miliar nih yang kita ketahui awal itu, uang Rp 2 miliar itu kemudian sudah didistribusikan. Nah, ada yang diberikan secara tunai, ada juga yang ditransfer, dan ada yang masih sisa yang Rp 231 [juta]," jelas Asep.
Asep pun menekankan bahwa pihaknya akan terus menelusuri aliran uang yang diduga terkait dengan suap proyek pembangunan jalan tersebut.
"Nah, tentunya ini juga kami sedang mencari dan mengikuti ke mana saja uang tersebut didistribusikan, kami berkoordinasi dan bekerja sama dengan stakeholder lain, dalam hal ini PPATK maupun stakeholder yang lainnya," ucap dia.
Adapun kelima tersangka dalam kasus ini terdiri dari tiga orang sebagai tersangka penerima suap dan dua orang tersangka pemberi suap.
Untuk tersangka penerima suap yakni:
Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut, Topan Obaja Putra Ginting;
Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut, Rasuli Efendi Siregar; dan
PPK Satker PJN Wilayah 1 Provinsi Sumatera Utara, Heliyanto.
Sementara, untuk tersangka pemberi suap yakni:
Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar; dan
Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang.
Diduga kasus korupsi ini terjadi dengan Akhirun dan Rayhan selaku pihak swasta berharap mendapatkan proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR dan Satker PJN Wilayah 1 Sumut dengan memberikan sejumlah uang sebagai uang suap kepada Topan, Rasuli, dan Heliyanto.
Topan, Rasuli, dan Heliyanto kemudian diduga melakukan proses pengaturan lewat e-katalog agar perusahaan yang dipimpin oleh Akhirun dan Rayhan ditunjuk sebagai pemenang lelang proyek.
Sehingga, proses lelang itu diduga terjadi tanpa melalui mekanisme dan ketentuan dalam proses pengadaan barang dan jasa.
Atas perbuatannya, Topan, Rasuli, dan Heliyanto dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Akhirun dan Rayhan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selanjutnya, KPK melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 28 Juni sampai dengan 17 Juli 2025. Penahanan itu dilakukan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih.