
Mayoritas anggota parlemen Israel, Knesset, menyetujui aneksasi Tepi Barat di wilayah Palestina. Hasil pemungutan suara adalah 71 mendukung hanya 13 menolak.
Mayoritas anggota Knesset menyerukan penerapan kedaulatan Israel atas Yudea, Samaria, dan Lembah Yordan -- istilah Israel untuk Tepi Barat.
Meski mosi yang diajukan oleh koalisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu itu hanya bersifat deklaratif dan tidak memiliki implikasi hukum langsung, dinilai akan mempersulit terwujudnya negara Palestina di masa depan.
Dikutip dari Al Jazeera, Kamis (25/7), rencana aneksasi jadi sinyal sulit menciptakan negara Palestina yang layak, yang dinilai oleh dunia internasional sebagai cara yang paling realistis untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.
Ada sekitar 3 juta warga Palestina dan lebih dari 500 ribu pemukim Israel yang saat ini tinggal di Tepi Barat. Warga Palestina di Tepi Barat juga sering mengalami kekerasan yang dilakukan tidak hanya oleh aparat keamanan, tapi juga dari pemukim Israel.
Terkini, pasukan Israel membunuh dua remaja Palestina di kota al-Khader di Betlehem selatan, Tepi Barat. Kantor berita Wafa mengungkapkan, remaja yang diidentifikasi bernama Ahmad Ali Asaad Ashira al-Salah (15) dan Muhammad Khaled Alian Issa (17) dibunuh ketika pasukan Israel menangkap setidaknya 25 warga Palestina dalam penggerebekan yang terjadi di sepanjang Tepi Barat.
Rinciannya ada 10 warga Palestina yang ditangkap di Beit Ummar, dua ditangkap di Idhna, tiga ditangkap Dura al-Qari, satu di Ramallah, lima di desa al-Mazraa ash-Sharqiya, dan empat di kota Nablus.

Kekerasan di Tepi Barat Merupakan Rencana Israel

Kekerasan Israel di Tepi Barat semakin parah sejak operasi militer yang dimulai pada Oktober lalu. Kekerasan hingga pembunuhan yang dilakukan pemukim Israel dilaporkan terjadi hampir setiap hari, dan sering kali didukung oleh pasukan Israel. Tak hanya itu, mereka juga menyerang dan membakar properti serta kebun zaitun warga Palestina di sana.
Menurut dosen hubungan internasional dari Arab American University, Amjad Abu El Ezz, kekerasan pemukim Israel di Tepi Barat merupakan bagian strategi pemerintah untuk mencegah berdirinya negara Palestina.
Meningkatnya jumlah pembunuhan dan kerusakan rumah dan kendaraan warga Palestina oleh pemukim Israel yang berkoordinasi dengan pasukan Israel dinilai bertujuan untuk mendorong warga Palestina meninggalkan tanah mereka.
"Pelemahan Otoritas Palestina yang berkuasa oleh Israel membuat kehidupan warga Palestina jadi mustahil. Di saat yang sama, Israel membangun fakta-fakta di lapangan untuk mencegah warga Palestina membangun negara mereka sendiri," kata Abu El Ezz.
"Kita berbicara mengenai lebih dari 700 ribu pemukim Israel. Mereka memiliki senjata, mereka bertindak sebagai tentara yang sejajar dengan tentara Israel," katanya lagi.
Perundingan Gencatan Senjata Tak Kunjung Temui Titik Terang

Sementara itu, perundingan gencatan senjata tak kunjung menemui titik terang. Pemerintah Israel mengungkapkan pihaknya telah menarik tim negosiasinya dari Qatar.
Tak hanya itu, Utusan Khusus AS Steve Witkoff bahkan menyebut proposal gencatan senjata dari Hamas menunjukkan kurangnya keinginan untuk mencapai gencatan senjata.
"Meski mediator telah melakukan usaha terbaik, Hamas tampaknya tidak terkoordinasi atau bertindak dengan itikad baik," kata Witkoff dalam keterangannya.
"Kami sekarang akan mempertimbangkan opsi alternatif untuk memulangkan para sandera dan mencoba menciptakan lingkungan yang lebih stabil bagi warga Gaza," katanya lagi tanpa menjelaskan lebih lanjut.