Dian Budiani dari Departemen Klaim dan Manfaat Asuransi AAJI menekankan pentingnya evaluasi dan inovasi produk oleh perusahaan asuransi swasta untuk mengantisipasi potensi peralihan nasabah.
“Kalau kita bicara kemungkinan (nasabah pindah) sih mungkin-mungkin aja ya gitu. Seandainya nasabah merasa lebih cocok gitu dengan kemampuan dan kebutuhannya di BPJS ya mungkin banget,” ujar Dian usai acara Media Gathering AAJI di Sentul, Bogor, Kamis (26/6).
Menurutnya, kondisi tersebut seharusnya menjadi pemicu bagi perusahaan asuransi swasta untuk semakin adaptif dan inovatif dalam merancang produk.
Perusahaan perlu memahami ulang kebutuhan dan harapan nasabah, terutama dalam konteks perubahan regulasi yang memunculkan tantangan baru dalam penawaran layanan.
“Nah jadi untuk perusahaan asuransi swasta juga harus inovatif ya gitu. Ada fitur-fitur tambahan gak yang mungkin bisa ditambahkan ke produknya supaya lebih menarik. Menurutku sih gitu caranya,” lanjut Dian.
Dian menyarankan agar pelaku industri mulai mengevaluasi posisi produknya di mata nasabah dan mempertimbangkan untuk menambahkan fitur-fitur tambahan agar tetap kompetitif di pasar.
“Jadi dengan adanya aturan (co-payment) ini, perusahaan asuransi harusnya meng-assess kira-kira nasabah tuh pengen apa,” jelasnya.
Dian juga menyebut bahwa selain inovasi produk, edukasi dan kemudahan tambahan bagi nasabah bisa menjadi langkah strategis untuk menjaga loyalitas pelanggan. “Mudah-mudahan ya,” ucapnya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan peserta asuransi kesehatan untuk menanggung sebagian biaya pengobatan sendiri. Dalam ketentuan baru yang tertuang dalam Surat Edaran OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025, setiap pemegang polis wajib membayar minimal 10 persen dari total klaim saat menggunakan layanan kesehatan. Aturan ini mulai berlaku 1 Januari 2026.
Dalam dokumen resmi Frequently Asked Questions (FAQ) yang diterbitkan OJK sebagai bagian dari penjelasan kebijakan, lembaga pengawas keuangan tersebut menegaskan penerapan co-payment atau pembagian risiko bertujuan untuk mengurangi perilaku konsumtif dalam penggunaan layanan kesehatan.
“Maksud dan tujuan pengaturan co-payment adalah mencegah moral hazard dan mengurangi penggunaan layanan kesehatan oleh peserta secara berlebihan (over-utilitas). Diharapkan pemegang polis, tertanggung atau peserta menjadi lebih bijaksana dan prudent dalam menggunakan asuransi kesehatan,” tulis OJK.