
Direktorat Tindak Pidana Pelindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang (Dittipid PPA dan PPO) Bareskrim Polri mencegah keberangkatan 98 WNI di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Mereka diduga akan menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus pengiriman sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI) non-prosedural.
Para WNI ini dicegah keberangkatannya oleh tim dari Subdit III Dittipid PPA dan PPO Bareskrim Polri bersama Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Bandara Soekarno-Hatta dan BP3MI Banten, pada 1 hingga 25 Juni 2025.
“Upaya pencegahan ini dilakukan agar para WNI tidak menjadi korban konflik seperti di Timur Tengah yang saat ini sedang terjadi peperangan,” kata Kasubdit III Dittipid PPA dan PPO Bareskrim Polri, Kombes Pol Amingga Primastito, dalam keterangannya, Kamis (26/6).
Siapa yang Merekrut Mereka?

Amingga mengungkapkan, para korban sebagian besar direkrut orang-orang yang dikenal secara pribadi, seperti kerabat atau tetangga, yang membentuk jaringan perekrutan terselubung.
Mereka dijanjikan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga, pekerja restoran di Timur Tengah. Ada juga yang dipekerjakan di industri perjudian dan penipuan online (scam online) di Myanmar dan Kamboja.
“Kondisi ini sangat memprihatinkan, apa lagi di negara tujuan seperti kawasan Timur Tengah yang saat ini tengah terjadi konflik akibat peperangan, dan di perbatasan Thailand dengan Kamboja akibat sengketa wilayah,” jelasnya.
Seluruh WNI yang dicegah keberangkatannya akan menjalani proses assessment guna menelusuri jaringan perekrut. Setelah itu, mereka akan diserahkan kepada Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) untuk diberikan sosialisasi dan edukasi terkait migrasi aman.
“Setelah proses tersebut, mereka akan diserahkan kepada BP2MI untuk diberikan sosialisasi dan edukasi terkait proses migrasi yang aman agar mendapat pelindungan,” jelasnya.
Pura-pura Jadi Wisatawan dan Jemaah

Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Bandara Soekarno-Hatta, Johanes Fanny Satria Cahya Aprianto menyebut, mereka menggagalkan upaya keberangkatan 98 calon PMI non-prosedural ke berbagai negara, termasuk Yaman, Qatar, Arab Saudi, Kamboja, Myanmar, dan Malaysia.
“Seluruhnya diduga berangkat tanpa prosedur resmi yang ditetapkan oleh pemerintah,” ungkap Fanny.
Para calon PMI ini menggunakan modus berpura-pura sebagai wisatawan, pelajar, atau jemaah ibadah agar lolos pemeriksaan.
“Banyak dari mereka menyamar sebagai pelancong atau wisatawan, ibadah dan belajar. Identifikasi seperti ini tidaklah mudah karena dilakukan secara terselubung,” ujarnya.