Kasus infeksi virus chikungunya dilaporkan mengalami lonjakan di China dalam beberapa hari terakhir. Ini membuat otoritas kesehatan di sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, mulai waspada dan memperketat aturan perjalanan ke dan dari China.
Meski virus ini pertama kali diidentifikasi sejak 1950-an, kasusnya kini semakin sering terjadi. CDC tengah mempertimbangkan untuk mengeluarkan peringatan perjalanan ke China menyusul wabah chikungunya yang terjadi di Provinsi Guangdong. Begitu pun Indonesia, sejauh ini belum ada aturan yang dikeluarkan oleh Kemenkes dalam menanggapi masalah ini.
Dilansir South China Morning Post, kota Foshan menjadi sorotan karena sudah mencatat lebih dari 5.000 kasus di sana. Akibatnya, status darurat kesehatan masyarakat di wilayah itu dinaikkan menjadi level III dari total empat level di sistem kesehatan China, dengan level I sebagai kondisi darurat tertinggi.
Meski mayoritas kasus bersifat ringan, jumlah kasus yang besar sudah cukup untuk memicu kekhawatiran otoritas kesehatan global. Sebuah studi baru-baru ini yang dilakukan para peneliti di China memprediksi bahwa wilayah risiko tinggi chikungunya akan bergerak ke arah utara, dipicu oleh perubahan iklim. Artinya, bukan tak mungkin provinsi-provinsi lain di luar Guangdong akan terdampak di masa mendatang.
Sampai saat ini, China belum masuk dalam daftar negara dengan risiko tinggi atau wabah aktif versi CDC. Namun perkembangan situasi bisa berubah cepat dan perlu dipantau secara berkala.
Lantas, apa sebenarnya gejala chikungunya dan bisakah penyakit ini dicegah?
Chikungunya adalah virus yang menyebar lewat gigitan nyamuk Aedes albopictus. Spesies ini juga dikenal sebagai penyebar demam berdarah, virus dengue, Zika, dan demam kuning yang bisa menjadi vektor chikungunya.
Beberapa hari setelah terinfeksi, penderita chikungunya memiliki kadar virus yang cukup tinggi dalam darahnya. Ini berarti nyamuk lain yang menggigit mereka dapat ikut tertular dan menyebarkan virus lebih luas. Selain itu, virus ini juga bisa menyebar lewat transfusi darah, kontak laboratorium, hingga saat tenaga medis menangani sampel darah.
Kasus penularan dari ibu ke janin saat kehamilan atau saat kelahiran memang sangat jarang, dan menurut CDC, belum ada bukti bahwa virus ini bisa menular melalui ASI.
Tak semua orang yang terinfeksi chikungunya menunjukkan gejala. Kalau pun muncul, gejala biasanya baru dirasakan sekitar 4 hingga 8 hari setelah infeksi.
Gejala utama chikungunya adalah demam tinggi yang datang secara mendadak dan nyeri sendi parah. Dalam kasus tertentu, nyeri sendi ini bisa bertahan selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Chikungunya sendiri berasal dari bahasa Kimakonde yang berarti “berjalan membungkuk,” merujuk pada posisi tubuh penderita yang kesakitan karena nyeri sendi.
Gejala lain yang juga bisa muncul antara lain nyeri otot, sakit kepala, dan kelelahan. Sayangnya, gejala-gejala ini kerap menyerupai penyakit lain seperti demam berdarah, sehingga sulit didiagnosis.
Kebanyakan orang akan sembuh total, namun komplikasi seperti kerusakan organ hingga kematian tetap bisa terjadi. Komplikasi neurologis seperti ensefalitis juga ...