Tertawa dalam Demokrasi: Luffy Lebih Menenangkan daripada Propaganda

1 hour ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Ilustrasi: Meme Anak Muda yang Menikmati Makna Tertawa dalam Demokrasi | Sumber: Dok. Pribadi

Pada suatu pagi yang tenang, di atas atap dan tiang bambu yang menjulang, atau bahkan pada truk-truk barang yang berlalu-lalang, berkibarlah sehelai bendera hitam berlogo tengkorak bertopi jerami—simbol bajak laut yang mengarungi Grand Line dalam serial fiksi “One Piece”. Fenomena ini—yang belakangan ramai di pelbagai penjuru negeri, dari Jakarta hingga Jombang, dari kampus hingga kampung—telah menimbulkan riak diskusi publik. Sebagian menganggapnya ancaman terselubung, simbol perlawanan, atau bahkan sinyal kekacauan. Namun mari kita beri ruang pada tafsir yang lebih ringan, lebih cerdas, dan lebih jenaka. Sebab demokrasi bukanlah taman yang tandus dari tawa. Dan bendera One Piece, sejatinya, bukanlah fragmen ironi.

Dari Layar ke Tiang: Manifestasi Fandom dalam Ruang Publik

Pengibaran bendera bajak laut Straw Hat Pirates tidak lahir dari rahim revolusi, melainkan dari semangat hiburan dan keterhubungan. Fenomena ini lebih tepat dibaca sebagai ekspresi “participatory fandom” dalam era media konvergensi. Henry Jenkins dalam karyanya Convergence Culture menjelaskan bahwa para penggemar hari ini tidak sekadar mengonsumsi, tetapi juga menciptakan dan mendistribusikan makna. Ketika seorang remaja mengibarkan bendera Luffy, ia tidak sedang menyerukan makar, melainkan menyatakan cinta pada cerita.

Budaya populer telah lama menjadi wahana bagi masyarakat untuk mengekspresikan aspirasi dan afeksi. Dalam konteks ini, One Piece adalah metafora harapan: tentang keberanian menantang arus, tentang solidaritas dalam kru, dan tentang pencarian makna hidup dalam dunia yang rumit. Bendera yang berkibar bukan simbol amuk, tapi lambang mimpi. Maka membacanya sebagai bentuk ancaman negara adalah seperti menuduh tukang siomay sebagai penjaja paham radikal—absurd tapi menggelikan.

Negara yang Kuat Tidak Terganggu oleh Kartun

Negara, dalam banyak hal, sering terjebak dalam refleks defensif. Ia kerap membaca tiap ekspresi non-tradisional sebagai gangguan stabilitas. Fenomena ini tidak asing dalam teori Michel Foucault tentang biopolitik, yakni bagaimana kekuasaan modern mengatur kehidupan bukan hanya melalui larangan, tetapi juga melalui pengawasan atas norma. Dalam penglihatan kekuasaan yang panoptikal, segala yang tak dikenal adalah potensi ancaman.

Namun pertanyaan mendasarnya adalah: apakah negara begitu rapuh hingga harus gentar pada bendera dari dunia fiksi?

Demokrasi adalah ruang yang harus tahan tertawa, bahkan pada lelucon yang mengarah ke tubuhnya sendiri. Negara yang sehat tidak mencurigai warganya ketika mereka menertawakan atau bermain-main dengan simbol. Ia justru tumbuh dari kepercayaan terhadap kedewasaan publik. Reaksi yang terlalu cepat terhadap sesuatu yang sesederhana bendera One Piece justru menampilkan kesan negara yang gagap menghadapi kultur populer.

Dalam dunia demokrasi yang inklusif, ekspresi seperti ini bukan untuk direpresi, tetapi untuk dimaknai. Bahkan, dalam kerangka demokrasi deliberatif ala Jürgen Habermas, tindakan semacam ini bisa dibaca sebagai bentuk komunikasi simbolik yang harus ditempatkan dalam ruang publik, bukan dibungkam lewat paranoia negara.

Jadi, jika ada anggapan bahwa pengibaran bendera ini sebagai sebuah bentuk ancaman, kita sedang meremehkan kekuatan negara. Pemerintah Indonesia hari ini memiliki sistem dan konstitusi yang kuat secara persisten. Kita punya pemilu, punya sistem hukum, punya aparat, dan punya rakyat yang pada umumnya baik-baik saja (asal sinyal lancar dan minyak goreng tidak langka).

Karenanya, mari kita jujur saja, bahwa negara ini tidak akan tumbang hanya karena seseorang mengibarkan bendera kartun. Justru sebaliknya, negara yang kuat adalah negara yang tahu kapan harus tersenyum. Bahwa rakyat kadang hanya sedang ingin merasa bahagia—dan kebetulan yang mereka pilih sebagai simbolnya adalah Luffy, bukan Lenin.

Sim...

Read Entire Article