Tamparan Keras Eksklusivitas Industri Film Indonesia karena Animasi Merah Putih: One for All

3 hours ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fajar Syuderajat, Dosen Televisi dan Film, Fikom, Unpad.

"Aku mau hidup seribu tahun lagi."

(Chairil Anwar dalam “Aku/Semangat, Deru Campur Debu.”)

Puisi Chairil Anwar itu, terngiang kembali setiap bangsa ini berhadapan dengan paradoks: di satu sisi api patriotisme menyala, di sisi lain bara padam dipukul realitas industri yang kerap dingin, eksklusif dan tidak ramah terhadap idealisme. Film animasi “Merah Putih: One for All” adalah sebuah episode yang memperlihatkan wajah ganda itu dengan telanjang—sebuah niat luhur untuk menghadirkan film patriotik di perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia, namun berakhir dalam pusaran kontroversi, hujatan, cibiran dan gelak tawa yang menyudutkan.

Jagat maya Indonesia pada awal Agustus mendidih. Trailer “Merah Putih: One for All beredar di platform digital, memicu ejekan, sekaligus debat sengit. Publik mempermasalahkan kualitas animasi yang dianggap di bawah standar layar lebar. Biaya produksi disebut-sebut menelan lebih dari Rp6 miliar -- sebuah angka fantastis bila dibandingkan dengan hasil visual yang dipandang jauh dari memadai.

Sutradara sekaligus produsernya, Endiarto, bersikeras bahwa itu baru cuplikan; versi penuh di bioskop akan berbeda. Bahkan ia membantah kabar biaya produksi enam miliar tersebut, sembari mengungkapkan kenyataan pahit: para kru hanya dibayar dengan nasi goreng dan air mineral.

Kenyataan itu bagai pisau bermata dua. Di satu sisi, kita tertawa getir mendengar klaim yang seolah parodi dari dunia perfilman profesional. Namun di sisi lain, ada denyut keikhlasan yang mesti diakui: keberanian untuk berkarya dalam keterbatasan dana, waktu, dan tenaga—digerakkan oleh semangat merah putih, bukan oleh kalkulasi laba.

Sebuah Idealisme yang Ditertawakan

"Sekali berarti, sudah itu mati."

(Chairil Anwar dalam “Dipo Negoro, Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus.”)

Bagi banyak orang, “Merah Putih: One for All hanyalah tontonan gagal, sebuah bahan lelucon viral. Tetapi bila kita lepaskan kacamata sinis, justru yang tampak adalah semangat: idealisme tanpa pamrih, kerja yang lahir dari dada yang penuh cinta tanah air. Film ini diniatkan sebagai persembahan untuk HUT ke-80 Republik Indonesia, sebuah simbol kecil bahwa patriotisme dapat hidup di medium apapun, termasuk animasi.

Sayangnya, idealisme yang lahir dari ketulusan itu terhantam oleh benteng eksklusivitas industri film Indonesia. Dunia perfilman kita masih berdiri di menara gading: produksi harus megah, kualitas harus sinematik, distribusi harus komersial dan sponsor harus hadir. Mereka yang mencoba menempuh jalan berbeda—dengan dana minim, tenaga terbatas, tapi semangat menyala—seringkali dicemooh bahkan sebelum karyanya benar-benar dicicipi.

Apakah kita lupa bahwa sejarah perfilman Indonesia juga lahir dari keberanian serupa? Bahwa film pertama negeri ini, Loetoeng Kasaroeng (1926), dibuat oleh tangan-tangan amatir yang nekat mencoba kamera? Bahwa generasi Usmar Ismail dan Djamaluddin Malik memulai sinema nasional dengan peralatan seadanya, tapi dengan hati sebesar samudera.

Merah Putih: One for All memang jauh dari sempurna, tapi bukan itu soalnya. Soalnya adalah: mengapa kita selalu menertawakan idealisme yang miskin modal, alih-alih merangkul dan membimbingnya?

Read Entire Article