Oleh JOHAN ROSIHAN; Anggota Komisi IV DPR-RI; Wakil Ketua Badan Penganggaran MPR-RI
REPUBLIKA.CO.ID, Pada momentum bersejarah peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-80 dengan tema "Bersatu Berdaulat Rakyat Sejahtera Indonesia Maju", bangsa Indonesia memiliki alasan kuat untuk bersyukur dan berbangga.
Di tengah hiruk-pikuk perayaan kemerdekaan yang penuh makna, kita dapat merefleksikan pencapaian luar biasa dalam bidang ketahanan pangan yang telah diraih dalam tujuh bulan pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Tema kemerdekaan tahun ini sangat relevan dengan capaian swasembada pangan, karena kedaulatan pangan adalah fondasi utama untuk mewujudkan rakyat sejahtera dan Indonesia yang maju.
Seperti semangat para pendiri bangsa yang berjuang gigih untuk meraih kemerdekaan 80 tahun silam, perjuangan menuju swasembada pangan kini menunjukkan hasil yang sangat menggembirakan. Jika dahulu para pahlawan berjuang mengusir penjajah fisik, kini pemerintahan baru berjuang mengusir "penjajahan pangan" yang selama ini membelenggu Indonesia melalui ketergantungan impor dan volatilitas harga yang merugikan rakyat.
Dari visi menjadi realitas
Ketika Presiden Prabowo Subianto mengucapkan sumpah jabatan pada 20 Januari 2025 di hadapan rakyat Indonesia, beliau mewarisi tantangan berat yang mengakar dalam di bidang pangan. Kondisi yang dihadapi sungguh memprihatinkan: harga beras mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah pada Februari 2024 sebesar Rp 15.157 per kg, jauh melampaui daya beli masyarakat menengah ke bawah. Sementara itu, ketergantungan impor masih menjadi momok yang menghantui ketahanan pangan nasional, menciptakan kerentanan struktural yang mengancam kedaulatan bangsa.
Warisan masalah ini bukan sekadar angka statistik, melainkan cerminan dari krisis sistemik yang telah mengakar puluhan tahun. Petani Indonesia, tulang punggung produksi pangan nasional, terjerat dalam lingkaran setan harga input tinggi namun harga jual yang tidak menentu. Distribusi pupuk bersubsidi yang tidak efisien, praktek kartel di sektor pangan, dan lemahnya infrastruktur pascapanen menjadi beban berat yang harus segera diselesaikan.
Namun dalam semangat kemerdekaan yang sama seperti 80 tahun silam, pemerintahan baru ini bergerak cepat dengan strategi komprehensif dan terukur. Anggaran ketahanan pangan ditingkatkan drastis 21,9% menjadi Rp 139,4 triliun, menunjukkan komitmen serius terhadap kedaulatan pangan yang tidak sekadar retorika politik, melainkan aksi nyata yang dapat dirasakan rakyat.
Langkah pertama yang diambil adalah melakukan pemetaan menyeluruh terhadap akar masalah ketahanan pangan. Tim ekonomi pemerintahan Prabowo mengidentifikasi lima pilar utama yang harus diperkuat: peningkatan produktivitas, perbaikan infrastruktur, reformasi distribusi, penguatan cadangan strategis, dan pemberantasan praktek kartel. Kelima pilar ini menjadi fondasi revolusi pangan yang sesungguhnya.