Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menetapkan asumsi makro dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja (RAPBN) 2026 untuk rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) sebesar USD 70 per barel.
Sementara itu, target lifting minyak dalam RAPBN 2026 ditetapkan 610 ribu barel per hari (BOPD), dan lifting gas sebesar 984 ribu barel setara minyak per hari (BOEPD).
"Harga minyak mentah di USD 70 per barel, lifting minyak 610 ribu barel per hari, lifting gas 984 ribu barel setara minyak," kata Sri Mulyani saat Konferensi Pers Nota Keuangan dan RAPBN 2026, Jumat (15/8).
ICP dalam RAPBN 2026 menurun dibandingkan asumsi makro APBN 2025 yakni sebesar USD 82 per barel, sama halnya dengan lifting gas menurun dari 1.005 juta BOEPD. Sementara itu, lifting minyak naik tipis dari 605 ribu BOPD pada APBN 2025.
Penurunan ICP tersebut juga berdampak terhadap subsidi dan kompensasi energi yang ditetapkan sebesar Rp 381,3 triliun pada 2026. Sri Mulyani juga melihat fluktuasi kurs juga akan memengaruhi angka tersebut. Dalam RAPBN 2026, asumsi kurs ditetapkan sebesar Rp 16.500 per dolar AS.
Hanya saja, Sri Mulyani menyebutkan pemerintah akan menyesuaikan kembali penerima subsidi energi agar lebih tepat sasaran menggunakan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) milik Badan Pusat Statistik (BPS).
"Kalau subsidi masih dinikmati kelompok yang sangat kaya, mungkin perlu dilakukan suatu langkah-langkah untuk pentargetan, dan sekarang dengan adanya data DTSEN ini menjadi acuan kita untuk melakukan targeting," tutur Sri Mulyani.
Nantinya, dia menyebut kementerian lembaga terkait seperti Kementerian ESDM dan BPS akan menggunakan DTSEN sebagai patokan atau acuan mengenai berapa besar volume subsidi yang dibutuhkan apabila targetnya benar.
"Dalam pembahasan dengan DPR berkali-kali di panja atau kesimpulan KEM-PPKF, DPR meminta pemerintah betul-betul menargetkan subsidi secara lebih adil, artinya betul-betul kepada kelompok masyarakat yang membutuhkan," jelas Sri Mulyani.