TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto. Namun bukan kali pertama presiden Indonesia mengeluarkan keputusan tersebut, beberapa pendahulu Prabowo sempat mengeluarkan pengampunan terhadap tahanan politik.
Tom Lembong sebelumnya divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara dalam kasus impor gula tahun 2015–2016. Sementara itu, Hasto Kristiyanto dihukum 3,5 tahun penjara karena terlibat dalam kasus suap kepada Anggota KPU Wahyu Setiawan demi melancarkan Harun Masiku menjadi Anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada 30 Juli 2025, Prabowo mengajukan Surat Presiden Nomor R.43/PRES/07/2025 kepada DPR RI untuk meminta pertimbangan atas rencana pemberian abolisi kepada Tom Lembong. Permintaan ini kemudian disetujui oleh DPR pada Kamis, 31 Juli 2025.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco, menyampaikan, “DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R.43/PRES/07/2025 tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI atas pemberian abolisi atas nama saudara Tom Lembong,” di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis malam.
Prabowo juga memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto, yang disetujui oleh DPR. Amnesti merupakan penghapusan hukuman yang telah diputuskan oleh pengadilan. “Pemberian persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor R.42/PRES/07/2025 tanggal 30 Juli 2025 tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti, termasuk saudara Hasto Kristiyanto,” ujar Sufmi Dasco.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, menjelaskan bahwa pemberian amnesti kepada Hasto dilakukan bersamaan dengan 1.116 narapidana lain yang memenuhi syarat. Ia menambahkan, “Bahwa Kementerian Hukum memang dalam proses untuk menyiapkan beberapa kasus untuk diberi amnesti yang pertama kali itu kurang lebih 44.000, tetapi setelah kami verifikasi hari ini yang memenuhi syarat yakni 1.116,” jelas Supratman.
Berikut adalah sejumlah kebijakan amnesti yang pernah diberikan oleh Presiden Republik Indonesia dari masa ke masa:
Sukarno
Presiden pertama Indonesia Sukarno, pernah mengeluarkan kebijakan amnesti dan abolisi bagi individu yang terlibat dalam berbagai pemberontakan di sejumlah wilayah Indonesia. Kebijakan ini dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 449 Tahun 1961.
Beberapa pihak yang mendapatkan amnesti di antaranya adalah narapidana pemberontakan Daud Bereueh di Aceh, pelaku pemberontakan PRRI dan Permesta di berbagai daerah seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Irian Barat.
Selain itu, narapidana pemberontakan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan, Kartosuwirjo di Jawa Barat dan Jawa Tengah, Ibnu Hadjar di Kalimantan Selatan, serta pelaku pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) juga termasuk dalam daftar penerima amnesti.
Soeharto
Presiden Soeharto juga memberikan amnesti dan abolisi umum, khususnya kepada simpatisan gerakan Fretelin di Timor Timur, baik yang berada di dalam maupun luar negeri. Kebijakan ini diresmikan melalui Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 1977.
BJ Habibie
Meskipun masa kepemimpinannya singkat, Presiden BJ Habibie turut memberikan amnesti dan/atau abolisi kepada sejumlah tokoh oposisi politik seperti Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan. Ia juga memberikan amnesti kepada tiga tahanan politik asal Papua, yaitu Hendrikus Kowip, Kasiwirus Iwop, dan Benediktus Kuawamba melalui Keppres Nomor 123 Tahun 1998.
Abdurrahman Wahid
Presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, pernah memberikan amnesti kepada sejumlah tahanan politik pro-demokrasi, termasuk aktivis dari Partai Rakyat Demokratik (PRD) seperti Budiman Sudjatmiko. Amnesti ini diberikan pada peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional, 10 Desember 1999, melalui Keppres Nomor 159 Tahun 1999.
Susilo Bambang Yudhoyono
Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), memberikan amnesti kepada seluruh pihak yang terlibat dalam aktivitas Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai bagian dari proses perdamaian di Aceh. Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2005.
Joko Widodo
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menerapkan kebijakan amnesti. Salah satunya diberikan kepada dosen Universitas Syiah Kuala Saiful Mahdi, yang dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dalam kasus pencemaran nama baik.
Selain itu, Jokowi juga memberikan amnesti kepada Baiq Nuril, yang sebelumnya terjerat UU ITE karena merekam dan menyebarkan isi percakapan asusila dari mantan kepala sekolah SMAN 7 Mataram, Muslim.