Fenomena ini muncul di tengah imbauan resmi pemerintah agar masyarakat memasang bendera merah-putih sepanjang bulan Agustus. Pengibaran bendera One Piece dianggap sebagai bentuk ekspresi kekecewaan sebagian warga terhadap pemerintah.
Riki Hidayat, warga Kebayoran, Jakarta Selatan, mengaku terinspirasi gerakan tersebut dan berniat mengganti bendera merah-putih di rumahnya dengan bendera bajak laut. Ia menyebut aksinya sebagai simbol protes terhadap kinerja pemerintah. “Ini bukan soal hilangnya rasa nasionalisme,” kata Riki, Kamis, 31 Juli 2025.
2. Sejumlah legislator di Dewan Perwakilan Rakyat menganggapnya provokasi
Sejumlah anggota DPR dan pejabat pemerintah menanggapi gerakan pengibaran bendera One Piece menjelang Hari Kemerdekaan sebagai bentuk provokasi dan ancaman terhadap persatuan nasional.
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menilai aksi ini berlangsung secara sistematis. “Kami mendeteksi dan mendapat masukan dari lembaga-lembaga pengamanan memang ada upaya memecah belah persatuan dan kesatuan,” kata Dasco, Kamis, 31 Juli 2025.
Ia menyebut ada kelompok yang ingin Indonesia mengalami kemunduran, padahal saat ini, kata dia, negara sedang bergerak maju di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. “Imbauan saya kepada seluruh anak bangsa, mari bersatu, melawan hal-hal seperti itu,” ujar Ketua Harian DPP Partai Gerindra tersebut.
Anggota Badan Legislasi DPR, Firman Soebagyo, menyampaikan pandangan senada. Menurutnya, pemasangan bendera One Piece pada bulan kemerdekaan merupakan provokasi politik untuk menyerang pemerintahan Prabowo Subianto.
Firman meminta aparat penegak hukum untuk menindak tegas terduga pelaku provokator ini. "Minimal mereka yang melakukan (gerakan) diinterogasi. Siapa yang menyuruh dan apa motifnya," ucap dia, Kamis, 31 Juli 2025.
3. Aksi ini merupakan wujud nasionalisme yang berubah bentuk
Pendiri Nalar Institute, Yanuar Nugroho, tidak sepakat jika aksi ini dianggap mencerminkan lunturnya nasionalisme. Ia menilai gerakan tersebut sebagai bentuk nasionalisme yang berubah rupa. “Dari kepatuhan simbolik menjadi ekspresi kritis,” kata Yanuar saat dihubungi, Jumat, 1 Agustus 2025.
Yanuar menilai wajar bila warga mulai menolak kebijakan pemerintah belakangan ini, apalagi ketika negara dinilai tidak lagi berpihak pada keadilan sosial. “Sikap ini tidak anti-negara. Alih-alih mengibarkan bendera negara secara formalistik, mereka memilih simbol yang lebih jujur mencerminkan kegelisahan publik,” ujarnya.
Ia menambahkan, di era digital saat ini, bahasa simbol justru lebih efektif menggugah kesadaran kolektif. Menurutnya, pengibaran bendera One Piece dapat dimaknai sebagai satire politik. “Ini bukan pengkhianatan, melainkan kritik tajam yang menuntut introspeksi. Simbol ini menjadi kanal alternatif untuk mengungkapkan frustrasi,” kata pengamat kebijakan publik tersebut.
4. Pemerintah menyebut berpotensi pidana.
Di sisi lain, pemerintah menegaskan aksi ini memiliki konsekuensi hukum. Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Budi Gunawan menyebut terdapat provokasi dari kelompok tertentu yang ingin menurunkan martabat bendera Merah Putih dengan menggantinya menggunakan simbol fiksi.
Ia mengajak masyarakat menghargai pengorbanan para pahlawan kemerdekaan. “Sebagai bangsa besar yang menghargai sejarah, sepatutnya kita menahan diri memprovokasi dengan simbol-simbol yang tidak relevan dengan perjuangan bangsa,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Jumat, 1 Agustus 2025.
Budi menegaskan tindakan yang dianggap mencederai kehormatan bendera negara dapat dipidana sesuai Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, yang melarang pengibaran Merah Putih di bawah lambang apa pun.“Pemerintah akan mengambil tindakan hukum secara tegas dan terukur jika ada unsur kesengajaan dan provokasi demi memastikan ketertiban dan kewibawaan simbol-simbol negara,” tuturnya.