
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi subsidi listrik melebihi alokasi yang ditetapkan dalam APBN 2025, alias jebol sebesar Rp 2,6 triliun, menjadi Rp 90,32 triliun.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jisman P Hutajulu, mengatakan alokasi subsidi listrik dalam APBN tahun ini Rp 87,72 triliun, dengan asumsi Indonesia Crude Price (ICP) USD 82 per barel dan kurs Rp 16.000 per USD.
Subsidi listrik tersebut didominasi pelanggan rumah tangga yang mencapai 64,41 persen pada APBN 2025. Per Mei 2025, jumlah pelanggan R-1/450 VA sebanyak 24,75 juta dan R-1/900 VA tidak mampu 10,49 juta dari total 85,40 juta pelanggan rumah tangga.
"Kalau kami hitung untuk outlook 2025, ada Rp 90,32 Triliun, memang ini dipicu oleh parameter yang tidak bisa dikendalikan, paling tidak ada 3, ICP, kurs, dan inflasi," kata Jisman saat RDP Komisi XII DPR, Senin (30/6).
Jisman menjelaskan, prognosa subsidi listrik melebihi alokasi di APBN 2025 disebabkan fluktuasi ICP dan kurs yang tidak terprediksi, serta kenaikan penjualan listrik secara terawatt per hour (TWh).
Hingga Mei 2025, dia menyebutkan realisasi penyerapan subsidi listrik mencapai Rp 35 triliun, dengan realisasi ICP 62,75 per dolar AS, kurs Rp 16.452 per USD, volume penjualan 31,17 TWh, dan 42,20 juta pelanggan subsidi.
"Ada hal yang mendasari, terutama yang kurs dan ICP ini sangat volatile yang tidak bisa kita kendalikan. Bapak-Ibu bisa melihat dari Rp 14.000 kemudian di Rp 15.000, Rp 16.000 (per USD). Jadi ada peningkatan daripada subsidi, kemudian ICP-nya juga demikian ada volatile," jelas Jisman.

Selain itu, Jisman juga menyoroti terkait tren kenaikan penjualan listrik. Pada tahun 2020 realisasinya 55 TWh, kemudian pada tahun 2024 realisasinya mencapai 71 TWh. Sementara tahun 2025 targetnya 73 TWh.
"Dan sudah menyerap di Mei 2025 itu sekitar 31 twh. Target outlook prognosanya 76,63 TWh. Jadi ada penambahan penjualan. Mungkin lebih baik ekonominya barangkali, sehingga penggunaan listriknya juga bertambah," imbuh Jisman.
Adapun pada RAPBN 2026, Kementerian ESDM mengusulkan alokasi subsidi energi listrik melonjak menjadi di rentang Rp 97,37 triliun hingga Rp 104,97 triliun, menyesuaikan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM-PPKF) tahun 2026.
Parameter KEM-PPKF 2026 yakni kurs atau nilai tukar dengan rentang Rp16.500-Rp16.900 per dolar AS, Indonesia Crude Price (ICP) sekitar USD 60-80 per barel, dan inflasi di rentang 1,5-3,5 persen.
Pemerintah juga memprediksi kenaikan penjualan sebesar 11,6 persen di tahun 2026, yakni dari sekitar 73,1 terawatt hour (TWh) pada 2025, menjadi 81 TWh pada 2026.