Mempromosikan "agama cinta" mencegah radikalisme.
REPUBLIKA.CO.ID, BONDOWOSO, – "Agama cinta" bukanlah agama baru, melainkan sebuah konsep yang mengingatkan umat beragama untuk menerapkan fondasi ajaran cinta dalam kehidupan sehari-hari. Konsep ini ditekankan pada sebuah acara di Bondowoso, di mana seorang pendakwah Islam dan seorang bante Buddha menunjukkan persahabatan di atas panggung.
Agama cinta menolak sikap intoleran dan permusuhan, seperti yang sering dikaitkan dengan paham teroris. Pada acara tersebut, keduanya saling bercanda dengan penuh keakraban, menunjukkan bahwa meskipun berbeda iman, cinta dan kerukunan bisa dihadirkan.
Keduanya mengingatkan bahwa dalam beragama, tidak ada yang boleh merasa lebih unggul. Pesan cinta dan persatuan disampaikan dengan tegas melalui candaan mereka, "Beda warna, beda jahitan, satu Indonesia, bersama dalam kebaikan".
Dalam Islam, konsep ini dikenal sebagai rahmatan lil'alamin, sedangkan dalam Buddha dikenal dengan ajaran Metha, dan dalam Kristen dengan cinta kasih. Semua agama menekankan cinta dan toleransi sebagai landasan ajaran.
Kisah-kisah dari kehidupan Nabi Muhammad SAW, seperti ketika beliau menghadapi caci maki dengan kelembutan hati, menunjukkan betapa pentingnya cinta dan akhlak mulia. Rasulullah tidak pernah membalas kebencian dengan kebencian, melainkan dengan kasih dan pengampunan.
Dalam konteks Indonesia, agama cinta menjadi penting untuk membangun kerukunan di tengah keragaman. Diperlukan peran semua pihak untuk menanamkan pemahaman ini sejak dini agar generasi muda tidak terjebak dalam radikalisme.
Agama cinta adalah kunci untuk hidup rukun dan damai, saling menghargai dan melindungi satu sama lain dalam keberagaman iman di Indonesia.
Konten ini diolah dengan bantuan AI.
sumber : antara