Kasus pemerasan sertifikasi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang diungkap KPK menguak sisi lain. Salah satu tersangka yang ditetapkan ternyata beristrikan pegawai KPK.
Informasi dihimpun, tersangka yang dimaksud adalah Miki Mahfud. Dia sudah dijerat tersangka bersama mantan Wamenaker Immanuel Ebenezer alias Noel dkk.
Seperti apa peran Miki di kasus pemerasan sertifikasi K3?
"Saudara MM selaku pihak PT KEM Indonesia," kata Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam jumpa pers beberapa waktu lalu.
PT KEM Indonesia menjadi salah satu perusahaan jasa kesehatan dan keselamatan kerja (PJK3) yang bekerja sama dengan Kemnaker untuk melakukan proses sertifikasi.
Setyo menjelaskan, PJK3 itu diduga turut terlibat dalam mempersulit penerbitan sertifikasi K3 yang tengah diurus oleh para buruh. Dalam praktik pemerasan ini, buruh dipaksa untuk membayar biaya sertifikasi K3 hingga Rp 6 juta. Padahal biaya aslinya tak lebih dari Rp 300 ribu.
"Saya gambarkan gini simpelnya. Ini ada pihak pekerja atau buruh. Kemudian di tengahnya ini ada PJK3, perusahaan jasa keselamatan kesehatan kerja. Dan di sini ada Kementerian Tenaga Kerja di Direktorat Jenderal Bina Pengawasan," jelas Setyo.
"Nah ini tiga pihak. Nah, tiga pihak ini ini yang (membuat buruh) harus bayar Rp 6 juta yang seharusnya Rp 270 ribu," tambah dia.
Miki Punya Istri Pegawai KPK
KPK mengakui pegawainya merupakan istri dari salah satu tersangka dugaan pemerasan pengurusan sertifikasi K3 di Kemnaker, Miki Mahfud. Sang istri sempat turut diamankan dalam OTT pada 20 Agustus 2025 itu. Namun, kemudian dia dilepas karena tidak terlibat.
"Benar, bahwa salah satu pihak yang diamankan, belakangan diketahui merupakan suami salah satu pegawai KPK," kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Senin (25/8).
Budi mengatakan, meski memiliki seorang istri pegawai KPK, proses hukum terhadap Miki hingga kini masih dilanjutkan. Terakhir, Miki telah ditetapkan sebagai tersangka.
Dia menegaskan, hal tersebut merupakan bentuk ketegasan KPK yang tak pandang bulu dalam melaksanakan penegakan hukum.
"Kami akan tetap menerapkan zero tolerance terhadap siapa pun yang kami duga atau ketahui melakukan perbuatan melawan hukum, termasuk melanggar kode etik yang berlaku," jelas Budi.
"Termasuk terhadap pegawai tersebut jika di kemudian hari ditemukan ada bukti lain yang melibatkan yang bersangkutan," sambungnya.
Miki Mahfud maupun istrinya belum berkomentar mengenai perkara ini.
Dalam konferensi pers pengungkapan kasus tersebut, KPK mengungkapkan bahwa pemerasan ini terjadi pada 2019-2024.
KPK menjelaskan bahwa dalam proses penerbitan sertifikat tersebut, harganya dibuat mahal dan uangnya mengalir ke sejumlah pejabat. Nilainya tak tanggung-tanggung, yakni mencapai Rp 81 miliar.