Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fauzi Isra, terdakwa Yudi Herzandi melalui kuasa hukumnya, Nurmala, membacakan nota pembelaan (pledoi) yang intinya meminta majelis hakim membebaskan kliennya dari seluruh dakwaan.
“Jaksa menilai isi Surat Pernyataan Penguasaan Fisik (SPPF) palsu karena menyebut tanah sebagai kawasan hutan, padahal faktanya bukan. Kami minta terdakwa dibebaskan atau setidak-tidaknya lepas dari segala tuntutan hukum,” tegas Nurmala didampingi Fitrisia Madin usai sidang.
Menurut Nurmala, keterangan ahli Bona Venture pada Bab 18 NUB serta sejumlah keputusan Menteri Kehutanan sejak 1993 hingga 2025 tidak pernah mencantumkan PT Sentosa Mulia Bahagia (SMB) sebagai pihak yang menguasai kawasan hutan di Sumsel.
“Di Sumsel ada delapan perusahaan yang masuk kawasan hutan, tapi PT SMB tidak termasuk. Bukti T39 sampai T345 sudah kami ajukan untuk menegaskan hal itu,” jelasnya.
Ia juga menegaskan, SPPF tidak dapat ditafsirkan sebagai “buku” atau “daftar” sebagaimana dimaksud dalam undang-undang sistem perbukuan. Hal ini, kata Nurmala, didukung keterangan ahli dari Profesor Heni (Unsri) yang menilai SPPF tidak termasuk kategori tersebut.
Dalam pledoinya, terdakwa Yudi Herzandi menilai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta dirinya dihukum 2 tahun penjara dan denda Rp50 juta sebagai bentuk kriminalisasi.
Menurutnya, tuduhan tersebut tidak memiliki dasar kuat karena ia hanya menjalankan tugas sesuai prosedur yang berlaku. Ia mengaku seluruh proses penandatanganan SPPF, termasuk SK Penetapan Lokasi Nomor 654/kpps 2024, dilakukan secara resmi dan disaksikan langsung oleh Kepala Kejari Muba saat itu, tanpa adanya teguran.
“Kalaupun memang SK tersebut dianggap bermasalah, mengapa hanya saya yang dimintai pertanggungjawaban hukum?” kata Yudi di ruang sidang.
Yudi menegaskan tidak pernah memerintahkan pihak manapun, termasuk Kemas Haji Halim, untuk membuat surat pernyataan yang dianggap bermasalah. Ia juga menyampaikan bahwa selama menjadi ASN, tidak pernah ada gugatan atau keluhan hukum terhadap kinerjanya.
Menurut Yudi, niatnya murni untuk mendukung percepatan pembangunan Tol Betung–Tempino yang berstatus Proyek Strategis Nasional (PSN), bahkan aktif memberikan edukasi kepada masyarakat terkait manfaat proyek tersebut.
“Baru kali ini saya bekerja justru menjadi masalah hukum. Penyesalan terbesar saya sebagai ASN adalah niat baik saya dianggap buruk oleh orang lain. Tapi saya percaya semua ini terjadi karena kehendak Allah Subhanahu Wa Ta’ala,” ucapnya dengan nada emosional.
Yudi juga menegaskan, berdasarkan fakta persidangan, tidak ditemukan adanya unsur pemufakatan jahat maupun kerugian negara.
“Tidak ada satu sen pun uang negara yang dirugikan dalam pembangunan tol ini,” tegasnya.
Sebelumnya, JPU Kejari Muba menilai Yudi memenuhi unsur tindak pidana korupsi karena dengan sengaja melakukan pemufakatan jahat memalsukan buku-buku atau daftar administrasi demi keuntungan pribadi dalam proses pembebasan lahan Tol Betung–Tempino–Jambi.