
PRESIDEN Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) Mirah Sumirat mengaku prihatin atas kejadian 35 anggota DPRD Purwakarta menerima bantuan subsidi upah (BSU). Hal tersebut, katanya, menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki sistem data yang akurat.
"Kita sama-sama tahu lah. Salah satu contoh terkait dengan data penerimaan bansos juga masih acak-acakan. Sekarang terjadi bagaimana anggota DPRD dapat BSU. Ini kan luar biasa kacau," ungkapnya kepada Media Indonesia, Rabu (6/8).
Pihaknya berharap hal tersebut tidak terulang dan menjadi pelajaran penting bagi pemerintah. "Anggota DPRD-nya mungkin tidak salah karena ini lagi-lagi kesalahan sistem yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan, kenapa bisa muncul nama-nama anggota DPRD tersebut?"
Pihaknya meminta pemerintah melakukan check and recheck juga sebelum mencairkan BSU. Mirah juga menyoroti persoalan seperti ini bukan hanya terjadi pada kasus anggota DPRD ini saja.
"Betapa mudahnya BPJS punya sistem bisa dijebol. Saya dapat informasi dari kawan-kawan kami yang lain bahwa mereka beramai-ramai bikin daftar ke BPJS dengan gaji direkayasa. Seolah-olah bikin perusahaan, kemudian upah pekerjanya di bawah Rp3 juta tapi pekerjanya dari ibunya, adeknya, kakaknya, dalam satu keluarga itu dibuat perusahaan fiktif lalu didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan," paparnya.
"Eh dapat langsung cair satu keluarga dapat BSU semua. Padahal itu fiktif. Nah yang seperti ini tolong BPJS juga punya check and recheck atau cross check. Sistemnya harus transparan dan ada semacam audit seperti apa pencairan BSU ini," imbuhnya.
Pihaknya mendorong pemerintah harus memperkuat sistem datanya dan membuat regulasi yang tegas untuk menyebutkan siapa saja tidak boleh menerima BSU.
"Bahwa yang tidak boleh menerima BSU adalah ASN, TNI, Polri. Dinyatakan dengan tegas dalam sebuah regulasi hukumnya supaya tidak terulang kembali," pungkasnya. (Ifa/M-3)