Gedung Negara Grahadi Surabaya dibakar massa pada Sabtu (30/8) malam. Massa membakar Gedung Negara Grahadi tepatnya di sisi barat tempat ruang kerja Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak.
Gedung Negara Grahadi merupakan salah satu bangunan bersejarah di Kota Surabaya yang kini berfungsi sebagai rumah dinas Gubernur Jawa Timur.
Bangunan ini memiliki perjalanan sejarah yang panjang, erat kaitannya dengan masa kolonial Belanda dan perkembangan pemerintahan di Jawa Timur.
Gedung Grahadi dibangun pada tahun 1795 atas perintah Residen Surabaya saat itu, Dirk van Hogendorp.
"Sudah berusia 2,5 abad. Di bangun oleh pejabat Hindia Belanda bagian timur. Dia adalah seorang perwira militer, politikus, administrator kolonial, dan diplomat Belanda," ujar pemerhati sejarah Kota Surabaya Kuncarsono Prasetyo saat dihubungi Basra, Minggu (31/8).
Pria yang kerap disapa Kuncar ini melanjutkan, atap bangunan Gedung Negara Grahadi dipengaruhi elemen arsitektur Prancis, Oud Holland Stij. Ini karena di masa pembangunan Gedung Negara Grahadi, Belanda menjadi negara jajahan Prancis.
"Semua atap bangunan Grahadi ada pengaruh elemen arsitektur Prancis, tapi atap bangunan gedung Grahadi bagian tengah itu kemudian di renovasi pada akhir tahun 1900an menjadi lebih bergaya Belanda. Sedangkan atap pada bangunan Grahadi di sayap kanan dan kiri yang dibakar massa itu tidak mengalami renovasi, artinya memang bergaya Prancis sejak berdiri,"
"Atap gedung bergaya Prancis era kolonial Belanda hanya ada 2 di Surabaya, yaitu Gedung Grahadi dan Gedung Setan. Kalau yang di Gedung Setan itu kan sudah rusak karena rapuh. Nah kalau yang di Grahadi itu kan sebenarnya masih terawat tapi dirusak oleh orang-orang tidak bertanggung jawab," sambung Kuncar.
Kuncar menuturkan, awal dibangun Gedung Negara Grahadi menghadap ke arah sungai Kalimas. Namun sejak ada renovasi pada gedung tengah Grahadi, posisinya pun diubah menjadi menghadap ke selatan (sekarang Jalan Raya Gubernur Suryo).
"Pada awal pembangunan, Grahadi menghadap ke Utara. Hal itu dimaksudkan agar bisa menikmati pemandangan sungai Kalimas yang ramai dengan perahu-perahu sebagai alat transportasi," ujar Kuncar.
"Namun kemudian diganti menghadap ke Selatan atau ke jalan Gubernur Suryo seiring dengan renovasi itu," imbuhnya.
Gedung ini dirancang untuk tempat pertemuan resmi sekaligus rumah jamuan (societeit) bagi pejabat Belanda dan kaum elite Eropa.
Nama Grahadi sendiri berasal dari kata bahasa Sanskerta, yaitu Graha (rumah) dan Adi (utama atau mulia), yang berarti “Rumah Mulia”.
Penamaan ini diberikan kemudian, ketika gedung tersebut dialihfungsikan sebagai rumah dinas gubernur setelah Indonesia merdeka.