
Staf Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Yudi Wahyudi, mengungkapkan bahwa Indonesia tidak pernah mengalami surplus gula. Bila terjadi defisit, kata dia, maka impor pasti dilakukan.
Hal itu disampaikan Yudi saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi importasi gula, dengan terdakwa sembilan petinggi perusahaan gula swasta, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (29/7).
Mulanya, penasihat hukum Dirut PT Angels Products Tony Wijaya Ng—salah satu terdakwa kasus importasi gula—, Hotman Paris Hutapea, menanyakan kepada Yudi terkait Rakortas pada 28 Desember 2015.
Dalam Rakortas itu, kata Hotman, pemerintah memutuskan bahwa Indonesia harus mengimpor 200 ribu ton gula.
"Di sini disebutkan, saya hanya mengatakan bahwa menteri mengatakan, Menteri Pertanian yang adalah atasan mereka, Indonesia butuh gula 200 ribu ton. Saya hanya menyinggung itu. Karena Anda dari Kementerian Pertanian," ujar Hotman dalam persidangan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (29/7).
"Pendapat pribadi?" timpal Yudi.

Ketua Majelis Hakim, Dennie Arsan Fatrika, kemudian meminta Yudi untuk tidak menyampaikan pendapat pribadi.
"Memang dari sisi tadi saya sampaikan, produksi kita belum pernah surplus," ungkap Yudi.
"Belum pernah surplus?" tanya Hotman mengkonfirmasi.
"Belum pernah surplus," jawab Yudi.
Hotman pun mencecar Yudi langkah apa yang mesti diambil pemerintah jika stok gula mengalami kekurangan. Yudi menyebut, kebijakan impor harus dilakukan.
"Karena belum pernah surplus berarti diapain? Impor?" tanya Hotman.
"Defisit pasti diimpor. Selama ini defisit pasti diimpor," jawab Yudi.
"Kalau itu Anda baru hebat. Anda jujur. Jadi, memang perlu diimpor. Jadi, keputusan pemerintah untuk mengimpor itu adalah keputusan yang tepat. Nanti soal kita bicara apakah BUMN atau tidak. Jadi, Anda sesuai dengan fakta kejadian, memang keputusan pemerintah mengimpor gula itu adalah keputusan yang tepat?" cecar Hotman.
"Secara tidak langsung seperti itu," timpal Yudi.
Hotman kemudian menanyakan ihwal izin dan persetujuan impor yang diberikan kepada pihak swasta. Ia pun menyinggung berita acara pemeriksaan (BAP) saksi dari pihak PTPN dan Kementerian Perindustrian.
"Di ada dua BAP dari PTPN, dari Perindustrian mengatakan bahwa memang swasta mengimpor diizinkan waktu itu. Apakah Anda pernah dengar bahwa swasta diminta untuk mengimpor? Apakah itu terutama gula mentah?" tanya Hotman.
"Pernah, tapi untuk idle capacity," jawab Yudi.
"Tapi intinya pernah?" cecar Hotman.
"Pernah," timpal Yudi.
Mendengar jawaban itu, Hotman pun menyinggung nasib berbeda yang dialami eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong. Kemudian, terdengar suara tertawa saat Hotman menyinggung hal tersebut.
"Dan belum ada yang masuk penjara seperti Tom Lembong? Jangan ketawa, ini anak orang yang dipenjara. Dia lulusan Harvard," tutur Hotman.
Hotman menegaskan bahwa simpatinya terhadap nasib Tom Lembong semata-mata karena hati nurani. Ia kemudian menyinggung berbeda kubu saat Pilpres 2024 lalu.
Saat itu, Hotman merupakan salah satu penasihat hukum paslon 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dalam menghadapi gugatan sengketa Pilpres 2024 di MK. Sementara itu, Tom Lembong merupakan tim sukses paslon 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
"Saya ini pengacara Prabowo [Subianto], bukannya saya mendukung Tom Lembong, enggak. Saya tidak mendukung Tom Lembong, saya hanya hati nurani. Walaupun dia [pendukung] 01, saya 02. Sampai sekarang saya 02. Saya pengacara Prabowo 25 tahun," imbuhnya.
Hakim Dennie pun meminta saksi kembali fokus menjawab pertanyaan yang diajukan Hotman.
"Sepengetahuan saya memang swasta ada mengimpor," ucap Yudi.
"Berarti pernah ada, dan belum ada yang di penjara kan?" tanya Hotman.
"Iya," jawab Yudi.
Dalam perkara ini, Tom Lembong telah divonis bersalah melakukan korupsi importasi gula. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan bahwa perbuatan itu disebut turut merugikan keuangan negara hingga Rp 194,7 miliar. Dia dihukum 4,5 tahun penjara.
Majelis Hakim menolak perhitungan kerugian keuangan negara sebesar Rp 320.690.559.152,17 berdasarkan perhitungan selisih pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) gula kristal putih dengan gula kristal mentah.
Dalam kasusnya, Tom Lembong dijerat bersama-sama dengan Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, serta sembilan orang yang merupakan petinggi perusahaan gula swasta.
Mereka adalah Tony Wijaya Ng (Direktur Utama PT Angels Products), Then Surianto Eka Prasetyo (Direktur PT Makassar Tene), Hansen Setiawan (Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya), Indra Suryaningrat (Direktur Utama PT Medan Sugar Industry), Eka Sapanca (Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama).
Kemudian, Wisnu Hendraningrat (Presiden Direktur PT Andalan Furnindo), Hendrogiarto W. Tiwow (Direktur PT Duta Sugar International), Hans Falita Hutama (Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur), serta Ali Sandjaja Boedidarmo (Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas).
Adapun sembilan bos perusahaan gula swasta itu juga telah mulai menjalani sidang perdana 'gelombang II' kasus dugaan korupsi importasi gula pada Kamis (19/6) lalu.
Dalam sidang itu, juga muncul nama Mendag RI 2016–2019, Enggartiasto Lukita. Dalam dakwaan terbaru, Enggartiasto disebut sebagai pihak yang turut serta melakukan perbuatan korupsi bersama Tom Lembong.