Institusi pendidikan, seperti sekolah, tidak hanya berperan sebagai ruang untuk mentransfer ilmu pengetahuan secara tekstual, tetapi juga menjadi tempat pembentukan karakter dan kesadaran sosial siswa.
Salah satu wujud nyata dari pendidikan berbasis pengalaman adalah keterlibatan siswa dalam aksi kepedulian lingkungan. Mulai dari program penghijauan, pengelolaan sampah, hingga kampanye hemat energi, kegiatan ini membiasakan siswa untuk peka terhadap isu lingkungan sekaligus menumbuhkan tanggung jawab sebagai generasi penerus.
Seperti yang diupayakan Sekolah Islam Az Zahra di Bandar Lampung. Ketika sekolah-sekolah lain berlomba-lomba memamerkan piala, sekolah ini justru menjadi pelopor sekolah peduli sampah.
Inisiatif ini bukan sekadar program tambahan, melainkan jantung dari pendidikan karakter dan praktik mitigasi perubahan iklim di kalangan anak muda.
Gerakan yang diberi nama "Program Sekolah Peduli Sampah" ini jadi aksi nyata yang selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB Nomor 12 tentang konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.
Program ini dijalankan melalui empat tahapan: Sadari, Selami, Pilahi, dan Batasi. Dalam pelaksanaannya, sekolah bahkan berkolaborasi dengan lembaga ahli lingkungan seperti Youth with Sanitation Concern (YSC) dan Emak.id, serta melibatkan seluruh komunitas sekolah mulai dari orang tua, komite, hingga pihak kantin.
"Ini adalah pendidikan karakter dalam praktik nyata. Kami tidak ingin anak-anak hanya hafal teori tentang menjaga kebersihan, tapi kami ingin mereka melakukannya setiap hari hingga menjadi kebiasaan dan karakter," ujar Ketua Yayasan Fatimah Az Zahra Lampung, Soleh Suaedi.
Menurutnya, menanamkan kebiasaan dan karakter ini adalah cara paling efektif untuk menerjemahkan nilai-nilai luhur agama untuk menjaga keasrian lingkungan.
"Program ini adalah wujud nyata dari peran Sekolah Islam Az Zahra dalam menerapkan Kurikulum Perubahan Iklim, sebuah program aksi nyata yang dimulai dari kelas dan menular hingga pada komunitas dan masyarakat dalam menyikapi isu global dan bagaimana menyelamatkan bumi di masa depan," tambahnya.
Soleh meyakini ada hubungan erat antara siswa yang paham dalam memilah sampah dengan meraih medali emas. Program ini secara nyata berhasil menumbuhkan budaya baik di lingkungan sekolah.
Selain disiplin membawa botol minum dan memilah sampah, program ini juga terbukti memantik lahirnya ide-ide baru hingga riset-riset kecil dari para siswa terkait pengelolaan sampah.
"Bagaimana mungkin seorang anak bisa fokus belajar dan berprestasi jika ia tidak memiliki karakter disiplin dan tanggung jawab? Gerakan peduli sampah ini melatih hal-hal mendasar itu," tegasnya.
Kemampuan riset yang tumbuh dari program inilah yang menjadi jembatan logis ke prestasi gemilang sekolah, seperti raihan Medali Perak OPSI Nasional (SMP) dan Medali Emas KSM Nasional (SD).
Kepedulian sekolah terhadap lingkungan ini menunjukkan definisi "sekolah unggulan" tidak melulu soal nilai rapor atau jumlah piala. Namun pada kemampuan sekolah membentuk generasi masa depan yang utuh dan tangguh.