Beijing (ANTARA) - Dalam dua dekade terakhir pemerintah China gencar mempromosikan wisata ke situs-situs perjuangan Partai Komunis China (PKC) atau dikenal dengan red tourism, merujuk pada warna nasional merah yang melambangkan revolusi rakyat Tiongkok.
Pemerintah China menekankan pentingnya memori sejarah sebagai sumber daya budaya dan wisata, terutama di wilayah-wilayah yang menjadi lokasi aksi militer dengan kenangan traumatis, tapi kemudian bertransformasi menjadi destinasi wisata yang dirancang untuk melestarikan dan menyampaikan makna sejarahnya.
Konsep red tourism secara resmi dimasukkan dalam rencana pariwisata nasional China pada 2004 dengan fokus pada tema perang, terutama konflik antara China dan Jepang yang berlangsung selama delapan tahun (1937–1945).
Menurut laporan pada 2022, red tourism sudah menarik total 3,478 miliar kunjungan pada 2022 dan menghasilkan pendapatan sebesar 929,5 miliar yuan.
ANTARA pada akhir Juli 2025 mengunjungi Provinsi Shanxi, salah satu daerah dengan destinasi red tourism. Provinsi tersebut menjadi salah satu medan perang utama yang terkenal dengan "Pertempuran Pingxingguan" pada 1937 dan "Serangan Seratus Resimen" pada 1940.
Satu lokasi yang patut dikunjungi adalah Museum The Eight Routh Army Taihang Memorial Hall dan the Hundred Regiment Campaign Memorial Hall and Monument di kota Changzhi.
Wisatawan bisa masuk ke museum secara gratis dan dapat berinteraksi dengan pemandu wisata berbasis kecerdasan buatan jika ingin mempelajari sejarah militer secara detail. Selain itu mereka juga dapat berfoto dengan prajurit Tentara Rute Kedelapan dengan menggabungkan foto pengunjung dengan foto prajurit yang telah direstorasi.
Museum seluas 14 ribu meter persegi itu didedikasikan untuk mengenang Tentara Rute Kedelapan (八路军, Bā Lù Jūn) sebagai unit militer utama dari PKC yang secara resmi berada di bawah komando Tentara Nasionalis (Kuomintang atau KMT) selama masa kerja sama antara PKC dan KMT dalam perang melawan Jepang pada 1937-1945.

Baca juga: Baoting di China genjot pariwisata ramah lingkungan
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.