
Hakim MK, Arief Hidayat, memberikan pesannya terhadap penulisan ulang sejarah yang tengah dilakukan Kementerian Kebudayaan (Kemenbud).
Menurut Arief, penulisan sejarah harus objektif, tidak dilakukan oleh pihak yang berkuasa.
“Sejarah harus ditulis secara objektif, tidak ditulis oleh orang yang berkuasa. Itu saja,” ujar dia saat ditemui di Sekolah Partai DPP PDIP, Jakarta Selatan pada Senin (30/6).
Menurut Arief, penulisan ulang sejarah di Kemenbud tak perlu dihentikan. “Tapi penulisannya secara objektif dan jujur, tidak mengatakan bagaimana ada pameo sejarah dituliskan oleh orang yang berkuasa menurut versinya,” ucap Arief.
Arief menegaskan, penulisan sejarah hanya dari sudut pandang penguasa merupakan hal yang tidak benar.
“Ya, enggak benar itu,” tegasnya.

Penulisan ulang sejarah tengah berproses di Kemenbud. Terbaru, Menteri Kebudayaan Fadli Zon, menyebut progresnya sudah 70 persen. Proses selanjutnya adalah uji publik.
Penulisan ulang ini rencananya akan diterbitkan 11 jilid buku sejarah yang akan mencakup berbagai aspek dari sejarah bangsa Indonesia.
Penulisan sejarah baru ini akan mencakup Sejarah Awal Nusantara, Nusantara dalam Jaringan Global: India dan Cina, Nusantara dalam Jaringan Global: Timur Tengah, Interaksi dengan Barat: Kompetisi dan Aliansi, Respons Terhadap Penjajahan, Pergerakan Kebangsaan, Perang Kemerdekaan Indonesia, Masa Bergejolak dan Ancaman Integrasi, Orde Baru (1967-1998), Era Reformasi (1999-2024), dan yang terakhir Faktaneka dan Indeks.
Penulisan ulang sejarah ini melibatkan ratusan sejarawan yang dipimpin langsung oleh Guru Besar Ilmu Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Susanto Zuhdi.
Jilid pertama ditargetkan untuk diluncurkan pada Agustus 2025, bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia.