
KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengungkapkan, berdasarkan gabungan data SIMFONI PPA, Sintas Puan dan Forum Pengada Layanan (FPL), ditemukan bahwa perempuan korban kekerasan tertinggi ada pada kelompok remaja atau berusia 0-17 tahun sebesar 46.38% atau sebanyak 16.480 korban dari jumlah total 35.533 korban.
Kepala Biro Data dan Informasi Kemen PPPA Muhaziron Sulistiyo Wibowo memaparkan usia anak masih rentan mengalami kekerasan karena mereka masih bergantung pada orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Anak belum memiliki pengetahuan cukup tentang hak-hak mereka, dan bagaimana cara melindungi diri sendiri.
"Selanjutnya, kelompok umur 18-40 tahun menjadi kelompok korban terbanyak kedua sebanyak 41,10% (14.604), dilanjutkan dengan usia 41-60 tahun sebanyak 9,59% (3.409), dan usia 60 tahun sebanyak 0,73%," kata Muhaziron, Selasa (19/8).
Kondisi perempuan dewasa yang produktif sering kali lebih rentan mengalami beban ganda dan kekerasan, karena budaya patriarki yang menekankan peran perempuan sebagai perawat keluarga utama, dan pencari nafkah tambahan.
Sama halnya untuk perempuan korban berusia lebih dari 60 tahun, meskipun jumlah laporannya paling kecil, kekerasan terhadap mereka seringkali sulit terdeteksi. Penelantaran, pengabaian, dan kekerasan fisik menjadi masalah utama di kelompok perempuan lansia. Penyediaan layanan kesehatan dan perlindungan sosial bagi lansia tetap perlu ditingkatkan
Berdasarkan gabungan data SIMFONI PPA, Sintas Puan dan FPL, pelaku kekerasan terhadap perempuan paling banyak berasal dari kelompok usia 18-40 tahun (54,70%)
"Minimnya pendidikan kesetaraan gender dan keterampilan pengelolaan emosi sejak dini juga turut memperparah potensi perilaku kekerasan," ujar dia. (M-1)