
Kalangan petani di kabupaten Sragen gelisah dengan munculnya surat pernyataan di atas materei yang harus ditandatangani para pemilik penggilingan, untuk komitmen membeli gabah kering panen (gkp) sesuai HPP (harga penetapan pemerintah) Rp6.500/kg dan sekaligus menjual beras medium sesuai HET.
Keberadaan surat pernyataan yang beredar di kalangan penggilingan kecil hingga besar itu, diyakini tidak hanya terjadi di Sragen saja, melainkan juga di banyak daerah lain. Kemunculannya sangat merugikan petani yang pada September ini sedang menikmati panen besar, rerata di atas 6 ton per hektare.
"Kenapa muncul surat pernyataan yang dipaksakan. Kemunculannya surat ini membuat petani gagal menikmati keuntungan sebagaimana dibayangkan sejak merawat padi. Mestinya periode September ini, menjadi bulan bulan bahagia bagi petani ini untuk menjual gabah di kisaran Rp7.000 hingga batas Rp8.000," kata Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan ( KTNA) Sragen, Suratno kepada Media Indonesia, Sabtu (6/9/2025).
Bahkan beberapa penebas yang sebelum panen MT III, sudah mensepekati harga GKP petani di beberapa desa di wilayah bumi Sukowati, sebesar di atas Rp7.000 telah membatalkan kontrak harga secara lesan itu.
Kalangan pemain beras yang sudah berkomitmen membeli GKP sebesar Rp 6500, tidak mau merugi. Apalagi setelah menjadi beras, mereka pun harus menjual beras mediumnya sesuai HET.
"Jadi tidak mungkin penebas atau perusahaan penggilingan mau membeli GKP di atas HPP pemerintah karena sudah menandatangani surat pernyataan. Baik pemain kecil maupin besar tidak berani melanggar," timpal seorang petani di Karangmalang.
Dalam situasi yang penuh tekanan, petani Sragen sepanjang panen Septmber ini tidak mungkin mendapatkan harga GKP di atas Rp 6500, dan apalagi sampai menikmati harga di atas Rp7.000.
"Petani di belahan tanah air manapun, sejak dulu sudah biasa diombang ambingkan kebijakan. Sekalipun kalangan penebas itu membeli GKP di bawah HPP sebesar Rp6.500, atau bahkan di bawahnya," sambung petani lainnya.
Dalam suasana merugi, Bulog sulit diharapkan bantuannya, meski mendapatkan penugasan menjemput GKP petani dengan harga Rp6.500. Kalangan petani Sragen masih berharap ada swasta yang berani membeli GKP diatas Rp6.500.
"Tetapi mungkinkah? Bayangkan milik teman satu bahu (sekitar 7.000 m2) sempat ditawar Rp39 juta saja batal. Padahal di seluruh Sragen saat ini panen MT terakhir ini bisa mencapai 7.000 hektare. Akhir Oktober nanti ganti tanam MT I," tandas Suratno .
Karena itu, KTNA Sragen menyikapi kegelisahan petani padi, telah berkirim surat kepada Bupati Sigit Pamungkas, agar bersedia menerima aspirasi mereka dan bersedia mencarikan solusi terbaik. "Mudah mudahan minggu depan sudah bisa beraudiensi. Akan kami sampai semua unek unek yang bikin resah ini. Kalau tidak ada solusi, ya terpaksa akan turun ke jalan. Kami sudah memberitahu KTNA provinsi dan pusat untuk memberikan dukungan," pungkas Suratno. (H-1)