REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa inflasi Agustus 2025 sebesar 0,02 persen (mtm), dengan inflasi tahun kalender 1,60 persen (ytd) dan inflasi tahunan 2,31 persen (yoy). Dalam komposisi andil komoditas, beras hanya memberikan andil sekitar 0,03 poin persentase, jauh lebih rendah dibanding Juli 2025 yang masih mencapai 0,10 poin persentase.
Data BPS menyebut inflasi beras secara bulanan juga menurun signifikan, dari 1,35 persen pada Juli menjadi 0,73 persen pada Agustus 2025. Dengan angka ini kontribusi beras terhadap inflasi Agustus nyaris tidak signifikan.
Pengamat pangan Universitas Andalas, Muhammad Makky menilai penurunan andil beras terhadap inflasi tidak terlepas dari tren harga beras medium di zona 1 (Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi).
Berdasarkan data Panel Harga Bapanas, harga beras medium pada 1 Agustus 2025 berada di kisaran Rp 13.900 per kg, lalu menurun menjadi Rp 13.672 per kg pada 29 Agustus 2025. Dengan demikian, terjadi penurunan harga sekitar Rp 228 per kg sepanjang bulan Agustus.
“Turunnya harga beras medium sejak awal Agustus membuat kontribusinya terhadap inflasi praktis hilang. Penurunan ini sangat membantu rumah tangga menengah ke bawah yang sebagian besar pengeluarannya terserap untuk beras,” kata Makky.
Pasokan Beras
Menurutnya, tren ini merupakan hasil intervensi pemerintah melalui Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), Gerakan Pangan Murah, serta distribusi beras Bulog yang lebih merata ke pasar tradisional dan ritel modern. Penyerapan gabah petani yang tinggi dan ketersediaan stok nasional memberi bantalan stabilisasi yang kuat.
Hingga 24 Agustus 2025, stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikelola Bulog tercatat mencapai 3,91 juta ton, sementara total stok (termasuk stok komersial) mencapai 3,92 juta ton. Selain itu, pemerintah telah menyiapkan 1,3 juta ton beras SPHP hingga akhir 2025 untuk terus digelontorkan ke pasar sebagai instrumen utama menahan gejolak harga dan menjaga keterjangkauan pangan bagi masyarakat.
Di sisi produksi, BPS mencatat bahwa hingga Oktober 2025, produksi beras nasional diperkirakan mencapai 31,04 juta ton, lebih tinggi dibanding capaian sepanjang 2024 sebesar 30,34 juta ton. Kenaikan produksi ini didorong oleh luas panen yang meningkat menjadi 10,22 juta hektare, atau naik 11,90 persen dari tahun sebelumnya. Data ini menegaskan pasokan beras nasional berada dalam kondisi aman untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Makky menegaskan, masyarakat tidak perlu resah dengan isu kelangkaan beras yang kerap beredar. “Produksi dan stok beras kita mencukupi. Yang justru harus diwaspadai adalah praktik penimbunan beras yang merugikan petani dan konsumen. Karena itu, aparat penegak hukum perlu turun tangan mencari dan menindak para penimbun,” kata dia.
Dengan harga beras yang stabil, stok besar di gudang Bulog, tambahan beras SPHP hingga akhir tahun, serta proyeksi produksi yang kuat, pemerintah optimis kondisi pangan nasional tetap terkendali. Kebijakan intervensi yang konsisten, ditambah penegakan hukum terhadap penimbun, menjadi kunci menjaga ketenangan masyarakat sekaligus memperkuat ketahanan pangan Indonesia.