REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menegaskan komitmen mempercepat transisi energi dengan menjadikan energi surya sebagai tulang punggung bauran energi nasional menuju target emisi nol bersih pada 2060. Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna, mengatakan berbagai regulasi, program, dan insentif terus dipersiapkan untuk mendorong investasi serta pemanfaatan energi terbarukan di seluruh wilayah Indonesia.
“Dari sisi pemanfaatan (potensi energi surya), pada 2024 belum mencapai 1 gigawatt. Mudah-mudahan pada 2025 kita bisa melampaui 1 gigawatt pertama,” kata Feby dalam media briefing Indonesia Solar Summit 2025 yang digelar lembaga think-tank IESR, Selasa (2/9/2025).
Menurutnya, ketahanan energi Indonesia saat ini berada di tingkat yang cukup baik dari sisi keandalan, ketersediaan, keterjangkauan, dan ramah lingkungan. Namun, pemerintah berambisi memperkuat posisi itu dengan meningkatkan porsi energi hijau. Energi surya disebut sebagai sumber energi terbesar dan paling potensial dengan potensi mencapai 3.300 gigawatt, sementara pemanfaatannya baru sekitar 916 megawatt.
Pemerintah menargetkan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) menembus 1 gigawatt pada 2025. Feby mengatakan saat ini biaya PLTS lebih kompetitif dibandingkan dekade sebelumnya. Dari sisi konstruksi, pengerjaan juga semakin cepat dan PLTS dapat memanfaatkan lahan tidak terpakai, seperti atap dan danau.
“Waduk-waduk yang idle ini juga bisa kita manfaatkan untuk pemanfaatan energi surya,” jelas Feby.
Dalam peta jalan transisi energi hingga 2060, energi surya diproyeksikan menjadi penyumbang terbesar dengan porsi sekitar 25 persen atau 109 gigawatt dari total 443 gigawatt kapasitas pembangkit listrik nasional. Dalam periode 2025–2034, penambahan energi baru terbarukan diperkirakan sebesar 45,6 gigawatt, di antaranya 17,1 gigawatt berasal dari PLTS yang tersebar di seluruh Indonesia.
Berbagai program telah disiapkan, mulai dari PLTS atap, PLTS skala besar, hingga PLTS terapung. PLTS atap ditargetkan mencapai 1 gigawatt kapasitas terpasang pada 2025, dari sekitar 495 megawatt peak yang sudah terpasang hingga pertengahan 2025. Sementara potensi PLTS terapung mencapai 89 gigawatt di 233 lokasi, yang tengah dijajaki melalui kerja sama dengan Kementerian PUPR.
Pemerintah juga mendorong de-dieselisasi di daerah terpencil dan 3T dengan mengganti pembangkit diesel menggunakan PLTS. Untuk mendukung hal itu, dana APBN dialokasikan melalui pos di Kementerian ESDM dan dana alokasi khusus bagi pemerintah daerah.
Dari sisi regulasi, pemerintah telah mengeluarkan Perpres 112/2022 tentang tarif energi terbarukan, yang memberi insentif harga lebih tinggi pada 10 tahun pertama untuk mempercepat pengembalian investasi. Selain itu, tengah disiapkan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan serta sejumlah peraturan menteri terkait PLTS skala kecil, off-grid, hingga tata kelola PLTN.
Feby menekankan, peran pemerintah daerah sangat penting dalam mendorong pemanfaatan energi surya. Dari 38 provinsi, 33 di antaranya sudah menyiapkan Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Beberapa provinsi seperti Jakarta, NTT, dan Yogyakarta juga telah memiliki peta jalan transisi energi.
“Pemda diharapkan menyusun rencana optimasi energi, mempercepat perizinan, menyediakan lahan, hingga memberi insentif lokal untuk proyek PLTS di sekolah, rumah sakit, dan fasilitas umum,” ujarnya.
Selain insentif fiskal berupa tax holiday, tax allowance, dan pembebasan bea masuk, pemerintah juga memberi kemudahan perizinan untuk mempercepat investasi energi terbarukan. Dukungan lintas kementerian dan BUMN juga terus diperkuat, termasuk pemanfaatan waduk milik PUPR untuk PLTS terapung.
Pemerintah menargetkan emisi gas rumah kaca turun hingga 90 persen pada 2060 melalui strategi elektrifikasi, pengembangan energi baru, pemanfaatan energi bersih di pembangkit, serta penerapan teknologi penangkapan karbon (CCS).
“Energi surya akan menjadi pilar utama. Dengan komitmen nasional dan dukungan daerah, kita berharap percepatan pengembangan energi terbarukan benar-benar terwujud,” kata Feby.