Pendidikan di Indonesia: Tinggi Teori, Kosong Jiwa

2 hours ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

Image Subhan Riyadi

Eduaksi | 2025-08-17 12:56:03

Teori pendidikan di Indonesia saat ini mungkin sudah setinggi langit ketujuh. Berbagai konsep mutakhir dari dunia pendidikan global telah diadopsi ke dalam kurikulum, mulai dari higher order thinking skills hingga pembelajaran berbasis digital.

Namun ironisnya, semua kemajuan itu belum menyentuh jiwa. Pendidikan kita kehilangan ruh yang seharusnya menjadi napas utama dalam proses belajar.

Kritik kami sebagai orang tua bukan soal kekurangan dalam teori atau teknologi, tapi tentang krisis moral dan kemanusiaan dalam pendidikan. Yang perlu diperbaiki bukan sekadar oral, cara menyampaikan materi atau komunikasi guru, tetapi moral, yakni nilai, etika, dan karakter yang semestinya ditanamkan sejak dini.

Aspek Afektif dan Jiwa yang Terabaikan

Kurikulum kita terlalu fokus pada aspek kognitif. Siswa dituntut untuk bisa menjawab soal ujian, mendapatkan nilai tinggi, dan mengejar rangking. Tapi dalam proses itu, aspek afektif (perasaan, nilai, empati) dan psikomotorik (keterampilan fisik, kreativitas, ekspresi diri) terpinggirkan.

Pendidikan yang tidak menyentuh hati akan menghasilkan generasi yang pintar menjawab soal, tapi gagap dalam menghadapi realitas hidup. Anak-anak kita belajar untuk menghafal, bukan untuk memahami. Mereka bisa memecahkan soal matematika rumit, tapi tak mampu merasakan penderitaan temannya yang tertindas. Mereka diajari sains, tapi lupa bagaimana menyapa orang tua dengan santun.

Kesehatan Fisik yang Diabaikan

Dulu, di masa Presiden Soeharto, sekolah-sekolah rutin mengadakan Senam Pagi Indonesia (SPI) atau Senam Kesegaran Jasmani (SKJ).

Aktivitas ini bukan sekadar nostalgia, tapi memiliki dasar ilmiah yang kuat: kesehatan fisik menunjang kecerdasan mental. Kini, praktik seperti itu dianggap usang, padahal justru negara-negara seperti China sedang menghidupkannya kembali.

Politik dalam Kurikulum, Bukan Visi Pendidikan

Sayangnya, kurikulum di Indonesia sering kali bukan dirancang oleh para pendidik sejati, tapi oleh para birokrat atau intelektual yang lebih sibuk mencari posisi dan jabatan.

Akibatnya, kurikulum berubah-ubah mengikuti rezim, bukan mengikuti visi jangka panjang pendidikan bangsa.

Sementara itu, anak-anak kita dibebani dengan tugas-tugas online yang membuat mereka makin lelah secara mental dan makin terpapar pada media sosial. Padahal di Eropa, sudah banyak negara yang mulai membatasi penggunaan media sosial untuk siswa demi kesehatan mental mereka.

Melupakan Warisan Pendidikan Bangsa

Sejatinya, para tokoh bangsa sejak sebelum kemerdekaan sudah memberi arah yang jelas. Tan Malaka menekankan bahwa tujuan pendidikan adalah mengasah nurani, bukan hanya mencerdaskan pikiran. Ulama-ulama kita bahkan lebih jauh menegaskan bahwa adab lebih utama daripada ilmu.

Dulu, tanpa sertifikasi atau tunjangan besar, para pendidik seperti Umar Bakri mengajar dengan jiwa yang tulus. Karena bagi mereka, menjadi guru adalah panggilan, bukan profesi semata.

Kita Butuh Pendidikan yang Menghidupkan Jiwa

Kini, kita melihat hasil dari sistem pendidikan yang kehilangan nilai: munculnya generasi intelektual yang cerdas tapi korup, pandai bicara tapi feodal, terampil berdebat tapi miskin nurani.

Kami, para orang tua murid, hanya bisa mengeluh dalam diam dan melihat dengan cemas ke mana arah pendidikan anak-anak kami akan dibawa. Tapi keresahan ini tidak boleh dibiarkan. Para pemegang kebijakan, dengarkanlah. Sudah saatnya kita kembali ke hakikat pendidikan: membentuk manusia yang utuh, cerdas pikirannya, lembut hatinya, dan tangguh jiwanya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article