REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasar modal memasuki usia yang ke-48 tahun pada 2025. Self Regulatory Organization (SRO) mencatat terjadi peningkatan kinerja pada tahun ini dengan jumlah emiten hampir mencapai 1.000 perusahaan dan jumlah investor mencapai belasan juta.
“Berbagai indikator pasar dari tahun ke tahun terus menunjukkan perkembangan yang pesat. Nilai kapitalisasi pasar, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), jumlah emiten sudah hampir menyentuh 1.000 perusahaan, dan jumlah investor sudah lebih dari 17 juta investor. Peningkatan juga terjadi untuk nilai transaksi yang rata-rata sudah lebih dari Rp 13 triliun per hari,” ungkap Direktur Utama PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) Iding Pardi saat menyampaikan sambutan dalam Pembukaan Perdagangan Peringatan 48 Tahun Diaktifkannya Kembali Pasar Modal Indonesia di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (11/8/2025).
Iding mengatakan, nilai aset yang dikelola oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), nilai agunan, dan dana pinjaman yang dikelola oleh KPEI juga mengalami peningkatan yang signifikan. “Infrastruktur pasar yang kokoh dan inovasi yang berkelanjutan membuat pasar modal kita semakin kompetitif, baik di pasar regional maupun di pasar global. Angka-angka ini adalah bukti nyata kemajuan industri dan kepercayaan publik terhadap pasar modal Indonesia,” ujarnya.
Iding optimistis pasar modal ke depan akan terus tumbuh, seiring dengan besarnya peluang yang ada. Ia meyakini akan terus terjadi pertumbuhan jumlah perusahaan dan jumlah investor. “Kita memiliki peluang yang besar melalui masih tingginya potensi pertumbuhan investor, stabilitas ekonomi domestik, kemajuan teknologi digital, pengembangan instrumen baru, dan pemanfaatan teknologi big data untuk pengawasan,” ujarnya.
Namun, Iding juga mengingatkan bahwa tantangan yang ada tidaklah sederhana. Mulai dari kondisi ketidakpastian global hingga perlindungan investor. “Tentunya tantangan tidak sederhana, ketidakpastian global, kedalaman pasar yang masih perlu ditingkatkan, kualitas tata kelola emiten, ancaman cyber, dan kebutuhan akan perlindungan investor yang lebih baik,” jelasnya.
Iding menekankan, dalam menghadapi berbagai tantangan, SRO melakukan langkah strategis meliputi aspek supply dan demand. Antara lain, peningkatan jumlah dan kualitas emiten, literasi dan inklusi investor, diversifikasi instrumen, dan pengembangan pasar modal syariah.
Adapun dari aspek infrastruktur dan intermediary, meliputi pembaruan dan peningkatan kapasitas support system serious fraud office (SFO), penguatan keamanan cyber, perluasan keanggotaan, penguatan data governance, dan perluasan pemanfaatan big data untuk pengawasan.