Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, ikut terdampak pemblokiran rekening dormant yang dilakukan oleh PPATK. Ia menilai, pemblokiran tersebut sebagai sebuah kebijakan yang tidak bijak.
Cholil mengaku menjadi salah satu korban dari kebijakan pemblokiran itu. Ia menyebut, rekening yayasan miliknya dengan saldo sekitar Rp 300 juta diblokir PPATK.
"Sedikit sih gak banyak, paling Rp 200 juta-Rp 300 juta untuk jaga-jaga yayasan. Tapi, setelah saya coba kemarin mau mentransfer, ternyata sudah terblokir. Nah, ini kebijakan yang tidak bijak," kata Cholil dalam keterangannya, dikutip dari MUIDigital, Senin (11/8).
Cholil pun meminta pemerintah memikirkan secara matang-matang terlebih dahulu sebelum memberlakukan kebijakan tersebut secara nasional.
Ia turut mewanti-wanti pemerintah terkait dampak kebijakan tersebut yang membuat masyarakat menjadi tidak percaya terhadap perbankan.
"Di samping PPATK bisa memblokir semua rekening, itu hak asasi. Menurut saya perlu ada tindakan dari Presiden (terhadap) kebijakan yang bikin gaduh," tutur dia.
Dalam kesempatan tersebut, Cholil juga menanggapi temuan PPATK yang menemukan ada 120 ribu rekening yang diduga diperjualbelikan di media sosial dan e-commerce, hingga rekening yang digunakan untuk tindak pidana, mulai dari perjudian, korupsi hingga penipuan.
Ia mendukung langkah pemerintah dalam penegakkan hukum terhadap persoalan itu. Menurutnya, setiap pelanggaran hukum dari rekening maupun yang lainnya harus didukung untuk ditindak sesuai peraturan perundang-undangan.
Akan tetapi, lanjut dia, pemerintah mesti menyaring mana rekening yang diduga melanggar dan yang tidak. Sehingga, pemblokiran rekening bisa dilakukan secara tepat sasaran.
"Mana orang yang melanggar, mana orang yang melaksanakan anjuran pemerintah 'ayo menabung, ayo kita rajin menabung'. Ini sudah menabung karena tidak aktif, lalu diblokir," ucap dia.
"Jadi kalau memang melanggar maka praduga tidak bersalah, harus dilakukan proses hukum, baru rekeningnya diblokir," imbuhnya.
Lebih lanjut, Cholil menegaskan bahwa pemblokiran rekening tidak bisa dilakukan kepada semua orang. Sebab, jika pemblokiran tidak tepat sasaran terhadap rekening yang terindikasi melanggar, maka justru dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Oleh karena itu, saya berharap pemerintah bisa menilai mana yang benar dan salah. Kedua, tidak hanya orang yang punya rekening, kan bisa dipanggil, dan bisa juga perbankan, ketika pembukaan rekening harus benar-benar selektif persyaratan sehingga tidak digunakan yang macam-macam," ujar dia.
"Saya pikir kontrol perbankan paling mudah, untuk soal keuangan itu dibanding mengontrol orang yang mencuri ayam," pungkasnya.
Pada hari ini, PPATK mendatangi Kantor MUI Pusat. Salah satu tujuannya adalah untuk mengklarifikasi mengenai pemblokiran rekening milik Cholil Nafis.
Deputi Bidang Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan PPATK, Fithriadi Muslim, menyebut pihaknya tidak pernah memblokir rekening Cholil Nafis maupun yayasannya.