Nvidia kembali menggebrak pasar chip global dengan memesan 300.000 unit chipset H20 terbaru dari Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) menyusul peningkatan permintaan dari China. Pesanan besar ini datang tak lama setelah Amerika Serikat mencabut larangan penjualan chip ke China.
Kesepakatan ini menandai kembalinya Nvidia ke pasar China dengan chipset tercanggihnya. H20 merupakan produk unggulan dari lini chip AI, dan diproduksi di pabrik-pabrik paling mutakhir milik TSMC, Taiwan.
Langkah ini muncul hanya beberapa pekan setelah mantan Presiden Donald Trump mencabut pembatasan ekspor yang sebelumnya melarang Nvidia menjual teknologi ke China karena alasan keamanan nasional.
Peluncuran model AI asal China bernama DeepSeek pada awal 2025 memicu kekhawatiran global tentang kemungkinan perang dingin dalam pengembangan kecerdasan buatan. Menariknya, DeepSeek dikembangkan dengan sumber daya terbatas, dan mampu menandingi kemampuan ChatGPT yang berinvestasi besar.
Pada April 2025 lalu, pemerintahan Trump sempat melarang Nvidia dan perusahaan chip besar AS lainnya menjual teknologi silikonnya ke China. Larangan ini mengacu pada UU CHIPS 2022 yang sebelumnya digagas oleh Joe Biden untuk mendorong produksi chip dalam negeri dan menekan investasi teknologi AS di negara-negara pesaing seperti China dan Rusia.
Namun, tiga bulan kemudian, Gedung Putih mencabut larangan itu. CEO Nvidia, Jensen Huang, mengatakan bahwa pemerintah AS telah memastikan akan mengembalikan lisensi penjualan chip H20 ke China.
"Riset open-source dan model dasar general-purpose adalah fondasi inovasi AI. Kami percaya bahwa model sipil harus berjalan optimal di atas teknologi Amerika," kata Huang pada 14 Juli 2025.
Tak butuh waktu lama setelah larangan dicabut, permintaan chip Nvidia dari China pun melonjak. Demi memenuhi lonjakan ini, perusahaan langsung memesan 300.000 chip H20 ke TSMC.
Kembalinya chip Nvidia ke pasar China menjadi dorongan besar bagi industri AI yang berkembang pesat di negara tersebut. Namun, langkah ini juga menimbulkan kekhawatiran bahwa AS bisa tertinggal dalam perlombaan AI yang kini berlangsung cepat, seperti yang dijelaskan Sam Altman, CEO OpenAI.
Laporan dari Georgetown University's Center for Security and Emerging Technology yang dikutip Newsweek menyebutkan bahwa dua institusi AI top di Beijing telah membuka cabang baru di Wuhan. Fokus mereka adalah mengembangkan bentuk AI yang bisa melampaui model generatif yang kini jadi fokus Barat.
Laboratorium-laboratorium ini menargetkan pencapaian ke Artificial General Intelligence (AGI), sebuah bentuk kecerdasan buatan tingkat lanjut yang dapat menyaingi manusia dalam berbagai bidang kognitif.
Jika tak ada perubahan kebijakan dari Gedung Putih, China akan tetap bisa membeli chip dari Nvidia dan perusahaan AS lainnya. Artinya, ini bisa mengubah peta kekuatan dalam teknologi AI global dalam beberapa tahun ke depan.